Music news for all people. Helping you to get any informations about music, all for music. Enjoy it and make your life better
Senin, 16 April 2012
Whitney Houston : Sisi Gelap Sang Diva Oleh: David Browne
Sebagaimana terdengar pada lagu-lagu hit berstatus platinum dari tahun ’80-an dan ’90-an. Dia sudah menghabiskan beberapa hari bersama Mason untuk menggarap bagian vokalnya, dan masih belum rampung juga. “Ada hari di mana Whitney terdengar luar biasa; ada hari di mana dia terdengar cukup baik; dan ada hari di mana dia terdengar tidak baik,” kata Mason. “Tapi dia benar-benar bekerja keras agar lebih baik.” Sesi rekaman kali ini tergolong lebih baik dari yang lain; setelah take terakhir, dengan bersemangat Houston bertanya ke Mason, “You got it, you got it?” Saat Mason menbenarkan, Houston berteriak, “Now play it!” Keduanya menari di depan speaker sementara lagu pesta itu mengguncang studio. Untuk sesaat, masalah-masalah yang menggerogoti Houston selama lebih dari satu dekade terlupakan.
Sparkle, versi baru dari film tentang industri musik di tahun 1976, seharusnya menandakan kembalinya Houston ke layar lebar untuk pertama kali dalam 16 tahun; dia memerankan ibu seorang calon penyanyi yang diperankan Sparks. Sewaktu masih remaja, Houston menyukai film aslinya, yang bercerita tentang sebuah trio R&B – salah satu anggotanya tewas akibat overdosis, sementara anggota lainnya menjadi bintang. “Setiap hari Sabtu selama empat bulan saya tonton filmnya dari tayangan siang hingga malam di bioskop,” kata Houston kepada segerombolan wartawan, November lalu. “Itu adalah dorongan positif bagi perempuan Afrika-Amerika muda, bahwa seseorang dapat mengejar mimpi atau keinginannya.”
Aretha Franklin, yang sudah lama menjadi teman keluarganya, menghadiri preview versi baru film itu dan lega dengan apa yang dilihatnya. “Seperti halnya hanyak artis, Whitney sempat tersesat, tapi dia menemukan jalannya lagi,” kata Franklin. “Menurut saya dia tampak memukau di film itu. Dia terlihat segar, sehat dan sebagainya.”
Tapi di hari-hari setelah sesi rekaman bersama Mason, sisi gelap Houston kembali muncul. Dia terlihat di beberapa klub malam Hollywood dengan perilaku aneh dan mungkin sedang mabuk. Secara mengejutkan, dia hadir dalam keadaan bau rokok dan alkohol di konferensi pers yang diselenggarakan mentornya, Clive Davis. Pada Sabtu 11 Februari, Houston berencana menghadiri pesta pra-Grammy Awards yang diadakan Davis setiap tahun di hotel Beverly Hilton, tempat ia juga menginap. Houston terbang dari rumahnya di Alpharetta, Georgia, untuk menghadiri pesta itu dan menggarap lagu-lagu Sparkle. Tapi pada sore itu, setelah menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi ruang hotel yang disewanya pada lantai empat, anggota rombongannya mendobrak pintu dan menemukannya telah tenggelam di bak mandi. Houston dinyatakan wafat pada usia 48 tahun. Saat artikel ini diterbitkan, penyebab kematiannya masih belum dipastikan, karena laporan toksikologi belum diedarkan, namun detektif kepolisian Beverly Hills mengumumkan bahwa beberapa jenis obat resep, yang kabarnya termasuk Xanax, ditemukan di kamarnya.
Profesional yang rajin di satu saat, anak liar di saat berikutnya: Itulah sisi-sisi kehidupan Houston yang bertolak belakang di hari-hari terakhirnya – dan ternyata sepanjang hidupnya juga. Diberkati perpaduan tak tertandingi antara kekuatan paru-paru yang hebat, rupa fisik bagaikan model dan citra yang hangat sekaligus mewah, Houston adalah sosok langka dalam dunia pop: seorang bintang lintas bidang sejati, yang mampu menjangkau dunia musik dan film, penggemar muda dan tua, kulit hitam dan putih. “Berkat sepupunya, Dionne [Warwick], dia memahami semua melodi cantik oleh Burt Bacharach itu,” kata Narada Michael Walden, salah satu dari sekian banyak produser Houston. “Tapi karena dia muda dan berasal dari era Michael Jackson, Prince dan Madonna, dia juga punya soul – ritme itu. Dia punya dua sisi itu. Selain itu, dia begitu cantik. Kita tak mampu menolak pesonanya.”
Tapi setelah mencapai puncak dengan menyanyikan “The Star Spangled Banner” pada tahun 1991 dan tampil di The Bodyguard pada tahun 1992, penggemarnya menyaksikan sisi gelap Houston terungkap ke dunia, tahun demi tahun: Suaranya semakin serak, wajahnya mengeras. Saat albumnya keluar, penjualannya tidak sebaik sebelumnya; di atas panggung, dia terlihat kurang siap secara fisik dan vokal.
Orang-orang yang pernah bekerja dengannya masih merasa sulit memahami sisi gelapnya. “Banyak di antara kami yang membicarakannya, dan tak ada yang bisa menemukan jawaban,” kata Gerry Griffith, staf A&R yang merekomendasikan Houston ke Davis sekitar tahun 1982. “Dari mana pemberontakan ini berasal? Itu baru muncul setelah waktu yang lama.” Saat itu terjadi, kemunculannya sungguh dahsyat, dan nyaris menghancurkan kehidupan pribadinya, kariernya dan musiknya. (bersambung...)
Senin, 12 Maret 2012
Noel Gallagher Tak Lagi Mengejar Kesuksesan
Kakak dari musisi Liam Gallagher itu mengaku sudah cukup menikmati kesuksesan ketika berkarier sebagai gitaris juga penulis lagu Oasis. Tapi kini ia merasa nyaman bersolo karier dengan proyek High Flying Birds.
"Ada titik pada 90-an dan di awal 2000 di mana saya terobsesi dengan kesuksesan, mengejar hits besar dan sebagainya, tapi saya cukup menikmatinya sekarang," ujar Noel dilansir Female First, Senin (12/3/2012).
Sukses tidak lagi dipikirkan Noel. Menulis lagu baginya sudah seperti candu. Noel tak bisa meninggalkan kebiasaannya menciptakan lagu.
"Kadang saya bisa menulis lima lagi sekali jalan, sangat cepat, dalam waktu lima minggu dan kadang saya berbulan-bulan tanpa menulis apapun, dan lalu saya khawatir, nervous dan merasa 'Oh, saya harus menulis sesuatu'," jelasnya.
Liam Gallagher Terpilih Sebagai Frontman Terbaik Sepanjang Masa
Melalui sebuah polling yang diadakan oleh XFM, sebuah radio komersil yang khusus memutar musik-musik alternatif di Inggris, kepada para pendengar mereka, ditemukan bahwa mantan vokalis Oasis itu menduduki peringkat pertama, mengalahkan penyanyi band rock legendaris, Queen, Freddie Mercury yang duduk di peringkat ke dua.
Tiga terbawah dari lima besar polling tersebut diraih oleh, Dave Gahan dari Depeche Mode, vokalis Foo Fighters, Dave Grohl, dan vokalis sekaligus gitaris Muse, Matt Bellamy yang hanya mampu bertengger di posisi lima.
Brandon Flowers dari The Killers menyusul di peringkat enam, yang kemudian di susul oleh mantan vokalis The Smiths, Morrissey dan vokalis The Doors, Jim Morrison yang masing-masing singgah di urutan tujuh dan delapan.
Sedangkan dua terakhir di urutan sepuluh besar terdapat nama vokalis kharismatik Nirvana, mendiang Kurt Cobain dan vokalis band indie rock asal Sheffield, Inggris, Arctic Monkeys, Alex Turner.
Menanggapi kabar ini, Liam Gallagher pun meresponnya dengan santai. “Frontman terbaik? Saya sudah tahu itu! Tidak banyak yang seperti kami. Banyak sekali orang yang suka berpura-pura di luar sana. Namun saya ingin mengucapkan terima kasih untuk semuanya karena telah memilih dan menyanggupi hal itu. Pilihan yang tepat,” ungkap Liam.
Tak hanya itu, adik Noel Gallagher ini pun mengakui bahwa dirinya terlalu tampan untuk tidak berada pada posisi vokal dalam sebuah band. “Itu selalu tentang vokal untuk saya, man. Jika Anda adalah seorang yang berwajah tampan seperti saya, Anda harus menjadi yang di depan (panggung), bukan begitu?” ungkapnya lagi.
Meskipun ia terpilih sebagai frontman terbaik saat dirinya bersama band barunya, Beady Eye, namun Liam mengakui bahwa ia akan lebih menyukai berada di depan panggung ketika bersama Oasis.
“Meskipun saya cinta Beady Eye, saya lebih memilih untuk berada di Oasis, karena itu adalah milik saya. Oasis adalah hidup saya,” kata Liam di sebuah sesi wawancara bulan lalu.
Rabu, 07 Maret 2012
Vokalis Coldplay Tidak Menyesal Menamakan Judul Album 'Mylo Xyloto'
Melalui akun Twitter resmi milik Coldplay, @coldplay, ia mengaku pernyataannya di salah satu acara televisi tersebut hanya lelucon belaka.
“No regrets at all about 'Mylo Xyloto' as album title. We love it. Only regret attempting JOKE on early morning TV. CM,” tulis Chris melalui akun tersebut pada Selasa (6/3) kemarin.
Beberapa hari yang lalu, dalam sebuah wawancara di acara televisi Good Morning America, Chris mengaku telah menyesal memberi nama album mereka Mylo Xyloto. Pada awalnya, Chris dan personel Coldplay lainnya ingin nama album terbaru mereka terdiri dari dua kata dan kata tersebut tidak akan bisa dicari artinya, bahkan melalui situs Google sekalipun, sehingga terpilih lah nama tersebut.
“Itu hanya sesuatu yang kami pikir akan terlihat sangat baik, tetapi kemanapun kami pergi berkeliling dunia orang-orang mengucapkannya dengan cara yang paling gila dan kami mulai menyesalinya sekarang,” ujar Chris.
Dalam wawancara tersebut,vokalis yang juga lihai bermain piano tersebut juga menceritakan bahwa Coldplay memilih nama Mylo Xyloto karena menurut mereka dua kata tersebut terlihat bagus memiliki dua huruf “O”.
Vokalis The Who: 'Oasis Akan Bersatu Kembali Empat Tahun Mendatang'
Berbicara kepada XFM, Daltrey mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri jika dua Gallagher bersaudara, Noel dan Liam akan menyatukan perbedaan mereka untuk bermain bersama lagi dan menjadi lebih populer dari sebelumnya.
“Anda cukup tahu bahwa mereka akan bersama - saya memprediksi dalam kurun waktu empat tahun. Dan itu akan menjadi ajaib. Mereka akan lebih besar dari yang pernah ada dan mereka akan minum dua kali lebih banyak,” kata musisi berkacamata ini.
Desember lalu dikabarkan bahwa Liam menegaskan dirinya akan terbuka untuk reuni dengan Oasis saat merayakan ulang tahun ke-20 album (What’s The Story) Morning Glory di tahun 2015 mendatang.
Sementara itu, sebulan kemudian, kakak Liam, Noel Gallagher seakan memudarkan harapan reuni itu. Menurutnya, sang adik punya aturan yang “susah” diterima Oasis, yang mana pasti sulit pula baginya untuk menyanyikan lagu-lagu yang dituliskan oleh orang lain.
Perpecahan Oasis terjadi tiga tahun tahun lalu saat Gallagher bersaudara bersitegang disebuah festival musik di Prancis yang dipicu perkelahian di antara keduanya. Insiden itupun mengakhiri “kisah” Oasis yang terbentuk sejak 1991 silam.
Pasca peristiwa itu, Liam, sang vokalis dan beberapa anggota lainnya membentuk band Beady Eye, sedangkan Noel sang kakak - gitaris Oasis dan pencipta lagu-lagu hit band tersebut di tahun ’90-an - telah merilis album solo pertamanya di bawah nama High Flying Birds.
Roger Daltrey sendiri saat ini dikabarkan tengah sibuk menjadi pengisi acara utama pada konser amal untuk Teenage Cancer Trust tahun ini. Dimana konser tersebut akan dimainkannya bersama beberapa artis lainnya seperti Pulp, Florence And The Machine, dan Paul McCartney di Royal Albert Hall, London pada 28 Maret nanti.
Senin, 05 Maret 2012
Paul McCartney, Yesterday and Today
“Ini sudah beberapa kali terjadi pada saya,” kata McCartney belakangan, sambil tertawa kecil. “Saya cukup menikmati momen itu. Ada metafora yang kuat di dalamnya. Tapi ada begitu banyak metafora dalam kehidupan saya – saya tidak mencarinya. Kehidupan seorang anggota The Beatles sarat akan metafora.”
Sambil menahan godaan untuk turun dari mobil dan berpose dengan penggemarnya, dia malah menuju lokasi keramat dengan aroma yang apek: Studio Two di Abbey Road. “Selamat datang di dunia saya,” kata McCartney, sambil melangkah melalui pintu ganda di belakang ruang seperti gimnasium yang berbentuk persegi panjang dengan langit-langit tinggi. Dia sedang mengunyah permen karet. “Kuno dan modern. Setiap kali datang ke sini, saya mengenang kembali seluruh kisahnya. Semuanya terjadi di sini.”
The Beatles merekam sebagian besar musik mereka, mulai dari “Love Me Do” hingga “The End”, dalam ruang bawah tanah berwarna putih yang jauh dari kesan glamor ini – dan juga lolos dalam audisi pertama untuk EMI di sini hampir genap 50 tahun yang lalu. Selain beberapa peredam akustik yang agak baru dan jam dinding yang berbeda, nyaris tak ada yang berubah. Di satu sudut, McCartney berteriak, “One, two, three, faw!” untuk membuka “I Saw Her Standing There”; di sudut lain, dia menghantam kord E-mayor pada salah satu dari sekian banyak piano yang terdapat di akhir lagu “A Day in the Life”.
Saat ini, tanpa alasan tertentu, dia sedang bermain drum. Tak lama setelah tiba, McCartney duduk di balik perangkat drum, mengambil sepasang stik dan memainkan beberapa bar dengan tempo cepat, dan banyak memukul high-hat. Terdengar sangat Beatles, atau setidaknya Wings.
McCartney menunjuk ke tangga di pojok ruangan, yang menuju ruang kontrol berjendela tempat George Martin dan para engineer bekerja. “Di sanalah tempat tinggal para orang dewasa,” katanya. “Tangga itu begitu khas, sehingga terukir dalam ingatan bagaikan mimpi.”
Cuaca pada hari di akhir Januari ini berangin kencang, tapi sesuai dengan sosoknya yang awet muda, pria berusia 69 tahun ini tidak memakai jaket – hanya rompi North Face hitam di atas kemeja denim rapi yang dimasukkan ke jeans berwarna gelapnya, yang mungkin juga baru diseterika. Di kakinya terdapat sepatu lari hitam dengan pinggir-an putih: Jika terjadi adegan massa histeris seperti di "A Hard Day’s Night", dia siap untuk bergerak. Rambutnya yang masih indah terlihat lebih berantakan dari biasanya, dan dia tampak agak pucat – dia telah bekerja terlalu keras.
“Ada begitu banyak kenangan saya di sini, Anda tak bisa membayangkannya,” kata McCartney. “Sulit dipercaya.” Dia menunjuk ke pojok belakang. “John berdiri di sana, menyanyikan ‘Girl’.” Dia menyanyikan refrain-nya, meniru suara Lennon yang menarik nafas dan berlagak mengisap ganja. “Orang-orang mengira itu yang terjadi – padahal bukan! Kami hanya suka suara desis itu. Semua kisah legendaris yang tercipta itu tidak benar. Beberapa malam yang lalu saya menonton program tentang The Beatles, dan dalam lima menit pertama terdapat empat kesalahan. Inilah sebabnya kita tidak tahu Shakespeare itu siapa atau apa yang benar-benar terjadi di Perang Hastings.”
Sebagaimana tersirat oleh insiden di penyeberangan, sebuah mitos berkepala empat yang kadang mengancam akan membayang-bayangi Paul McCartney, seorang manusia nyata – pengantin baru, dengan harta nyaris mencapai miliaran dollar, vegetarian yang taat, ayah putri berusia 8 tahun (serta empat anak yang sudah dewasa), penggelar konser tiga jam yang awet muda, pencipta lagu dan artis rekaman yang sangat aktif, komponis balet dan simfoni, ksatria kerajaan. Di album barunya, Kisses on the Bottom, McCartney menambah predikat “pelantun lagu-lagu standar” – ini adalah koleksi lagu-lagu pra-rock bernuansa jazzy, ditambah dua lagu McCartney yang diciptakan dengan gaya serupa.
Album ini sudah tertunda selama bertahun-tahun, antara lain karena orang-orang lain – dari Ringo Starr di tahun 1970 hingga Harry Nilsson di 1973 dan Rod Stewart selama kurang lebih seribu tahun terakhir – terus melakukannya. Dia juga enggan memperkuat persepsi tentang dirinya yang sempat dominan, yakni sebagai penyanyi balada yang sentimentil, kebalikan dari sosok John Lennon yang rocker mentah. “Saya sudah tak ambil pusing,” kata McCartney. “Jika orang-orang belum tahu sisi lain diri saya, berarti sudah terlambat.” Namun, Kissing adalah sebuah perkecualian. Seminggu sebelum album itu dirilis, McCartney sudah mengerjakan album rock yang baru. Sejauh ini, dia memainkan sendiri semua instrumennya: bas, gitar, keyboard dan drum yang dipersiapkan di Studio Two adalah miliknya semua. “Rencananya adalah melakukan apa yang saya lakukan sekarang, yaitu nyaris langsung mengerjakan album studio yang baru, jadi orang-orang tidak langsung menyimpulkan saya sudah selesai, saya sekarang ada di genre jazz.”
Hari ini, untuk album baru itu dia sedang merekam lagu berjudul “Hosannah” – sebuah balada akustik yang akan cocok masuk ke album solonya yang pertama, McCartney (dari 1970, album lain di mana dia memain-kan semuanya). Sementara dia memakai headphone dan mulai bekerja – dan menghasilkan suara bagaikan terompet dari bas Hofner tua berbentuk biola yang sudah terkenal itu, dan menghentakkan kaki mengikuti- irama – nyaris sulit untuk mendengarnya dengan semua kenangan yang ada di udara.
Tapi McCartney tidak menganggapnya demikian: Dia senang bekerja di sini, dan dia tidak merasa terbebani oleh masa lalunya. “Mengenai terbayang-bayang, itu sesuatu yang harus diikhlaskan,” katanya. “Saya sudah menerimanya. Saat menulis lagu, lagu-lagu saya yang lain membayang-bayanginya. Saya rasa begitu kita menulis lagu bagus, itu adalah kutukan. Selalu berpikir, ‘Sial, saya baru menulis “Eleanor Rigby”, bagaimana saya bisa membuat yang lebih baik?’ Saya rasa kita harus berpikir, ‘Tidak akan.’ Kita harus sadar bahwa kita tak mungkin membuat yang lebih baik, tapi malah menulis ‘Blackbird’. Kita coba ke jalan lain atau semacamnya. Jika kita beruntung. Sejak dulu saya sadar akan fenomena itu, tapi saya tak pernah membiarkannya menghalangi saya.”
McCartney cukup sadar diri untuk bisa memahami ironi lainnya: tak seperti artis pop dan rock lain yang merekam album-album pop klasik, dialah yang bertanggung jawab atas penyingkiran Great American Songbook (tentu saja dengan bantuan Lennon dan Bob Dylan). “Kami memperhatikan itu terjadi,” katanya. “Kami melihat orang-orang yang kami kagumi- berkata, ‘The Beatles merusaknya untuk kita,’ dan kami tak bermaksud melakukan itu. Kami hanya melakukan apa yang kami lakukan.”
“Kami tak ingin membasmi masa lalu, tapi itulah yang terjadi, sehingga orang-orang seperti Harold Arlen, yang kami sangat kagumi karena menulis lagu-lagu seperti ‘Somewhere Over the Rainbow’, kehilangan popularitas di saat kami menjadi populer, dan tak ada lagi permintaan untuk penulis lagu hebat seperti Leiber and Stoller, karena orang-orang mulai meniru kami dan menulis lagu sendiri. Jadi The Hollies dan The Rolling Stones mulai menulis dan berpikir, ‘Ide ini cukup keren.’ Jadi, ya, itu mengawali tren yang cenderung menyingkirkan beberapa orang kesukaan kami, dan itu disayangkan.”
Sehari setelah sesi rekamannya, McCartney kembali ke Studio Two, dan sedang duduk di atas kursi lipat di balik meja kayu kecil, di antara keyboard tua yang dibawanya. Dia sedang makan bagel dengan campuran hummus dan Marmite, sebuah saus asin buatan Inggris, dan kadang berbicara de-ngan mulut penuh, yang mungkin merupakan hak bagi seorang ksatria. Dia bersikeras agar saya mencoba hummus-nya – “Ini yang terbaik di dunia, sangat empuk” – dan mengoleskan sedikit di sudut piringnya: “Celupkan jarinya ke dalam itu dan coba, ayo!” Saya menaatinya, dan menyadari jari saya agar bergetar dalam perjalanan: itu hummus Beatles!
Belakangan ini McCartney banyak berpikir tentang pengaruh besar musik klasik pra-rock terhadap karya cipta lagu The Beatles – dia dan Lennon sudah berusia remaja sebelum pertama kali mendengar Elvis Presley, Little Richard, Chuck Berry dan Buddy Holly. “Kami tumbuh dengan menonton film-film Fred Astaire, dan itu agak tersingkirkan oleh rock & roll,” katanya, sambil menggigit bagelnya, “tapi pengaruh itu masih ada. The Rolling Stones terpengaruh oleh blues, dan kami terpengaruh oleh rock & roll – dan juga blues, dalam kadar tertentu – tapi juga, tanpa disadari, unsur melodi The Beatles, serta beberapa unsur struktural, berasal dari bagian belakang otak, yakni musik tua yang dinyanyikan orang tua kami.”
Jim, ayah McCartney, adalah pemain terompet jazz yang punya band di tahun 20-an. Dia juga seorang pianis amatir, dan kenangan awal Paul seputar musik termasuk berbaring di lantai dekat piano dan menyimak ayahnya memainkan lagu-lagu yang dinyanyikan Paul di album barunya. “Tidak ada rekaman ayah saya,” katanya. “Tapi kamera jiwa saya sudah merekamnya. Bagi saya dia sangat bagus, tapi dia takkan berpikir dirinya cukup baik untuk menjadi profesional. Orang-orang yang menyewa bandnya pun jelas tidak merasa mereka bagus, karena dia harus terus mengganti namanya agar diundang tampil.” Belakangan, ayahnya melobi agar The Beatles membawakan “I’ll Buy a Staircase to Paradise” – malah, mereka membuat lagu seperti “Your Mother Should Know” dan “When I’m Sixty-Four”. “Musik nenek,” menurut istilah Lennon – walau McCartney sigap menegaskan bahwa John suka lagu-lagu tua itu juga.
McCartney merekam Kisses on the Bottom bersama Tommy LiPuma, seorang produser standards-and-jazz senior yang mengajak pianis Diana Krall sebagai music director. McCartney sudah kenal dan menyukai Krall: Dia menghadiri pernikahannya dengan kolaborator lamanya, Elvis Costello, “di rumah Elton”. Mereka lebih banyak rekaman di Capitol Studios, Los Angeles – McCartney bernyanyi dengan mikrofon yang pernah dipakai Frank Sinatra dan Nat “King” Cole – dan di New York, McCartney bersikeras pergi ke studio pada hari Badai Irene seharusnya menerjang. “Yang absen dari banyak orang yang menafsirkan musik ini,” kata Krall, “adalah mereka hanya berpikir, 'Hei, kami hanya menyanyikan lagu-lagu standar,' dan itu tidak benar. Ini lebih berat dari itu. Paul menemukan kisahnya sendiri di dalamnya.”
“My Valentine”, salah satu lagu asli ciptaan McCartney, ditulis untuk Nancy Shevell, pengusaha cantik berusia 51 tahun yang dinikahinya Oktober lalu. Kalimat pembukanya – “What if it rained/We didn’t care” – berasal dari ucapan Shevell saat mereka berlibur ke Maroko. McCartney bergegas menuju piano tua di hotel mereka, tempat hampir seluruh lagu itu tercipta dalam seketika. Setelah dua pernikahan yang banyak disorot, McCartney enggan membicarakan yang ketiga – tapi dia mengaku itu telah membuat cara pandangnya lebih cerah.
“Memang, ya,” katanya, sambil mengangguk pelan-pelan. “Saya percaya pada cinta. The Beatles bernyanyi tentangnya; semua orang lain bernyanyi tentangnya. Mungkin Anda dan istri Anda mempercayainya. Ini adalah ide yang cukup populer! Jadi menemukan cinta setelah perceraian itu menyenangkan, sangat menyegarkan. Dan Nancy hebat, dia memikat, menarik, baik hati, cerdas, emosional dan segala yang kita inginkan dalam pasangan. Dia sungguh cantik. Dia kocak, pintar, hebat, semuanya ada.”
Reaksi Shevell terhadap lagu cinta terbaru McCartney agak halus. “Dia agak pemalu, jadi dia hanya menampakkan lesung pipi,” katanya. “Tapi saya tahu dia menyukainya. Dia tidak berlebihan – 'Dengar ini, ini lagu yang dia baru tulis untuk saya!' – tapi saya tahu dia menghargainya.”
Vokalis Coldplay Menyesal Memberi Judul Album 'Mylo Xyloto'
Pada awalnya, Chris dan personel Coldplay lainnya ingin nama album terbaru mereka terdiri dari dua kata dan kata tersebut tidak akan bisa dicari artinya, bahkan melalui situs Google sekalipun.
Sudah hampir lima bulan sejak dirilis pada tahun lalu, Chris Martin Cs mulai merasakan dampak memberi nama album mereka Mylo Xyloto.
“Itu hanya sesuatu yang kami pikir akan terlihat sangat baik, tetapi kemanapun kami pergi berkeliling dunia orang-orang mengucapkannya dengan cara yang paling gila dan kami mulai menyesalinya sekarang,” ujar Chris ketika diwawancarai oleh Good Morning America.
Vokalis yang juga lihai bermain piano tersebut, mengaku bahwa kata Mylo Xyloto tidak mempunyai arti apa-apa. “Hanya saja supaya merasa lebih segar untuk kami, ini baru. (Mylo Xyloto) tidak berarti apa pun kecuali hanya (nama album) musik,” imbuhnya.
“Kami memiliki nama tersebut (Mylo Xyloto) sebagai salah satu nama diantara banyak daftar kami selama dua tahun, untuk semua nama lain yang disarankan,(Mylo Xyloto) itu akhirnya menang,” tambah Chris.
Chris juga menceritakan bahwa mereka memilih nama Mylo Xyloto karena menurut mereka dua kata tersebut terlihat bagus memiliki dua huruf “O”.
Sabtu, 01 Januari 2011
Album Baru Foo Fighters Bakal Cadas dan Tanpa Lagu Balada
Ketika Foo Fighters tampil di konser rahasia di sebuah klub kecil di California, Amerika Serikat pada 21 Desember lalu, para personelnya juga sempat reuni kecil-kecilan dengan mantan personel Nirvana, pemain bass Krist Novoselic dan drummer Pat Smear.
Sementara di dalam album terbaru mereka nanti Foo Fighters juga tampil bersama Novoselic yang memainkan akordion dan bass di lagu “I should Have Known.” Tak hanya itu, album ini juga diproduseri oleh Butch Vig yang terakhir membantu Nirvana di tahun 1991. Meskipun album baru ini belum diberi judul resmi, namun di konser tersebut Dave Grohl berkata akan memberi judul abum ini sebagai Back+Forth. Judul itu diambil dari salah satu lagu mereka di album tersebut yang segera rilis di musim semi tahun 2011.
Pada sebuah wawancara dengan Rolling Stone yang mengambil tempat di studio rumahan milik Grohl, ia mengatakan “Saya merasa album ini memiliki banyak kesamaan dengan album Nirvana yang saya garap dua dekade lalu, seperti lagu ‘Lounge Act’ milik Nirvana.” Grohl menambahkan, “ Bahkan suara snare dalam album ini sangat mirip dengan Nevermind, Butch memang hebat dalam hal tersebut.”
“Kami memiliki tiga kriteria dalam album ini, hooky, heavy, dan analog seluruhnya,” jelas Butch Vig. Oleh karena itu, materi baru yang sedang digarap ini disebut sebagai materi paling "berat" yang pernah direkam Foo Fighters. Single pertama dari album tersebut “Three Days” memancarkan nuansa klasik khas Foo Fighters. Sedangkan lagu lainnya seperti “Burning Bridge" dan "White Limo," memang benar-benar cadas.
Grohl secara terus terang mengatakan album ini merupakan album yang non-balada. “Ketika saya dan band menuliskan reffrain untuk lagu-lagu di album ini, kami merasa harus memberikan sesuatu yang ‘berat’ dan menunjukan sisi kedewasaan kami karena memang kami sekarang sudah semakin tua,” jelas Grohl.20 Album Terbaik Indonesia 2010
Tahun 2010 adalah tahun yang menyenangkan bagi musik Indonesia, beberapa band lama mengalami rejuvenasi dan meninggalkan kesan mendalam di tahun ini melalui album-album terbaik mereka.
Yang terpenting, menurut kami yang berada di majalah Rolling Stone Indonesia, para artis-artis ini membawa harapan baru bagi perkembangan musik tanahair di tahun depan dan tentunya pantas mendapat perhatian lebih dari Anda semua. Selamat tahun baru 2011.
1. Bangkutaman
Ode Buat Kota Jangan Marah/Demajors
Selesai bersekolah di Yogyakarta, para personel Bangkutaman kembali ke kota asal, Jakarta, untuk bekerja dan hidup. Mereka berjumpa dengan masalah klasik kota besar: transportasi yang kalut, manusia individualistis, tingginya tingkat kejahatan, dan kondisi sosial yang membuat galau. Bukan perjumpaan asal lewat, namun perjumpaan rutin yang mendatangkan gelisah. Dan kalau pun mereka mengeluh, paling tidak ada sesuatu yang terbit darinya. Berbagai tangkapan cermat yang tersebar di 10 lagu dalam Ode Buat Kota menunjukkan pergaulan urban yang jujur di belahan-belahan Jakarta yang tak kebagian waktu untuk bersolek. Secara musik, Bangkutaman yang pernah sangat identik dengan The Stone Roses kini lebih banyak meminjam gaya khas Lou Reed, Bob Dylan, sampai The Mamas & The Papas, menampilkan sound yang cenderung kasar dengan melodi legit. Ode Buat Kota adalah catatan yang gamblang, bernas, sekaligus penuh perasaan tentang Jakarta.
2. The Flowers
Still Alive and Well Demajors
Salah satu dedengkot rock & roll ibu kota kembali dari tidur panjang dan membuat album kedua yang mengagumkan. Masih setia memainkan rock & roll dengan pengaruh The Rolling Stones dan The Black Crowes, tapi kali ini kental dengan nuansa funk, dan sedikit sentuhan jazz—terutama karena kehadiran pemain saksofon Eugene Bounty yang membius dan tak sekadar jadi instrumen tambahan di antara raungan gitar Boris Simanjuntak dan paraunya vokal Zaid Barmansyah alias Njet yang liar. Tak sia-sia mereka menamakan judul albumnya Still Alive and Well, karena album ini membuktikan bahwa The Flowers masih hidup dan baik-baik saja. Salah satu lagu yang akan bersejarah dan menjadi klasik adalah “Rajawali.”
3. Bonita
Laju Rumah Bonita/Demajors
Tujuh tahun penantian Bonita terhadap sebuah album dibayar kontan melalui Laju. Biduan yang dulunya kental terpengaruh unsur R&B atau soul kini mulai bereksplorasi ke ranah musik baru, beberapa lagu seperti “Komidi Putar” atau “Rumahku” menyajikan empuknya suara Bonita yang terpengaruh folk. Bonita mumpuni menyikat groove Motown di beberapa tembang lainnya hingga membuat album ini jadi petualangan musikal yang menyenangkan. Berbagai dialek musikal dibahasakan, berbagai emosi dinyanyikan, berbagai aroma ditawarkan, membuat Laju menjadi rilisan terbaik sepanjang karier Bonita.
4. Sarasvati
Story of Peter Self Released
Ini adalah proyek solo dari mantan vokalis Homogenic, Risa Saraswati. Musik elektronik yang mengawang-awang dengan suasana mencekam terdengar dominan di album ini. Di “Bilur”, dia berhasil menggabungkan sentuhan musik tradisional (suling Sunda dengan nyanyian sinden) dengan musik modern yang menghasilkan aura mencekam tetapi indah. Tak hanya itu, Risa membawakan kembali lagu “Perjalanan” karya Franky Sahilatua dengan penghayatan yang baik sehingga memberi warna baru yang sesuai dengan karakter Risa. Secara keseluruhan, Sarasvati memberikan album yang mencekam sekaligus terdengar sexy.
5. White Shoes & The Couples Company
Album Vakansi Purapura Records/Demajors
Sejak album debut White Shoes & The Couples Company dirilis di tahun 2006, grup indie pop ini telah membawa mereka ke mancanegara. Berkat pengalaman tersebut mereks terdengar lebih dewasa dan mendunia pada Album Vakansi. Pengaruh funk dan Afrobeat masing-masing menyusup pada “Senja Menggila” dan “Matahari”, di samping pop Indonesia klasik ala White Shoes pada “Masa Remadja” dan “Kisah Dari Selatan Jakarta”. Sesuai judulnya, mendengar Album Vakansi membuat lebih segar bagaikan pergi liburan.
6. Kelelawar Malam
Kelelawar Malam Jenggo Records/Demajors
Mereka adalah yang terbaik bila bicara tentang penggabungan antara tema horror lokal dengan musik punk. Seperti The Misfits dengan vokalis berwibawa ala Iwan Fals, Kelelawar Malam menawarkan nomor-nomor antemik dengan konten lokal yang tinggi. “Malam Terkutuk” atau juga “Bangkit dari Kubur” merupakan sedikit contoh kreativitas tinggi dalam memberi penghormatan kepada pocong, kuntilanak, zombie, maupun ratu laut selatan. Semua dilakukan dengan seni yang estetis, serius tanpa bercanda, lagi elegan. Salah satu penghormatan terbaik dalam sepanjang sejarah musik Indonesia.
7. Monita Tahalea
Dream, Hope & Faith Inline Music
Monita Angelica Maharani Tahalea, sang gadis muda nan cantik itu, membuktikan telak bahwa sempat berkiprah di kompetisi bernyanyi Indonesian Idol bukan berarti kariernya harus menjadi tipe penyanyi a la Indonesian Idol juga. Dream, Hope & Faith adalah bukti langkahnya yang tepat bekerja sama dengan Indra Lesmana sebagai produser yang akhirnya berhasil total mengeluarkan potensinya sebagai penyanyi jazz yang andal. Terpengaruh Norah Jones, dan juga menggemari Ella Fitzgerald membuat album perdananya terasa tenang, easy listening, tapi masih memiliki sensibilitas pop tinggi hingga masih kuat di daya hibur.
8. Sandhy Sondoro
Sandhy Sondoro Sony Music
Album perdananya Why Don’t We yang dirilis di Jerman tahun 2008 menjadi jawaban penantian album penuh Sandhy Sondoro yang banyak dinantikan penggemarnya. Album berisi 12 lagu tersebut dirilis dengan tambahan 2 lagu baru, ”Bunga Mimpi” dan ”Salamanja”. Keunikan Sandy ada pada penghayatan lagu. Sandy berhasil memberikan nyawa dari setiap lagu yang dia bawakan. Simak ”Down On The Street” yang menjadi salah satu anthem klasiknya. Untuk lagu “Bunga Mimpi” dan “Salamanja”, dirinya membawa aroma soul dengan liukan khas karakter vokalnya itu. Sandhy Sondoro adalah paket lengkap seorang singer/songwriter masa kini.
9. Frau
Starlit Carousel Cakrawala Records/Demajors
Hanya butuh seorang Lani yang berusia 20 tahun dan sebuah piano untuk menelurkan album perdana yang mampu menggetarkan jiwa. Nyanyian bening, dan lirik dibawakan dengan penuh penjiwaan mengingatkan kita pada Tori Amos atau Regina Spektor. Permainan piano menyerempet klasik pun ada di beberapa bagian namun masih bersahabat bagi telinga pop. Judul seperti “Mesin Penenun Hujan” pun menambah nilai unik. Setelah Endah N Rhesa menggegar publik musik dengan konsep minimalis berdua dan akustik, kini saatnya Indonesia digenggam oleh Frau.
10. /rif
7 Sony Music Indonesia
Hard rockers pemuja celana kulit dan sepatu New Rock menjawab kekecewaan atas album sebelumnya, Pil Malu, yang membuat malu. Di album ini, mereka tak bereksperimen terlalu luas, kembali pada karakter awalnya: hard rock dengan riff menggempur tapi punya sentuhan pop kental dipadu dengan lenguhan vokal Andy yang sudah menjadi ciri khas tersendiri di industri musik Indonesia. Justru di lagu-lagu seperti itulah /rif berjaya. Lagu jagoan mereka, “Fight”, adalah salah satu lagu yang pa-ling menonjol di album ini, dan membuktikan bahwa perjuangan mereka meyakinkan perusahaan rekaman untuk merilis album ini tak sia-sia.
11. Leonardo
The Sun Buttonijo/Demajors
Sempat bersama Vessel di tahun ’90-an dan Zeke and the Popo di tahun 2000-an, juga proyek eksperimental dengan nama Ruang Hampa, akhirnya singer/songwriter ini merilis album solo perdananya. Kekuatan terbesar Leo terletak pada suaranya, menempatkan dirinya pada tipe penyanyi seperti Tom Waits atau Richard Hawley. Lagu-lagu di The Sun kebanyakan terdengar laid-back, bersuasana intim berkat dominannya gitar akustik, sempurna untuk vokal Leo yang berat sekaligus empuk, dan punya jangkauan yang lebar. Album cemerlang ini juga didukung oleh banyak musisi andal, termasuk Hendra Perdana (Anda) yang berhasil dalam perannya sebagai produser.
12. Andien
Kirana Platinum
Sepuluh lagu di album Kirana berisi penjelajahan Andien dalam konsep bermusik yang renyah dan mengalir. Di album ini Andien membawakan tafsir ulang ”Gemilang” dan ”Keraguan” yang pernah dipopulerkan Krakatau. Adaptasi yang luas dan membuat kedua lagu yang sudah telanjur kuat itu bisa tampil segar dengan penghayatan yang dibawakanya. Album in dibuka dengan lantunan irama enerjik lagu berjudul “Moving On” yang juga menjadi single. Duet produser Nikita Dompas dan Rifka Rachman berhasil melahirkan Andien dengan konsep album yang lebih lebar dibandingkan album-albumnya sebelumnya.
13. Maliq & D’Essentials
The Beginning od a Beautiful Life Organic Records/Warner Music Indonesia
Pada albumnya yang keempat, kereta Maliq & D’essentials terus melaju tanpa tanda-tanda berhenti. Band ini sudah menjadi jaminan mutu dalam menghibur, ini yang mereka tawarkan di The Beginning of a Beautiful Life lewat “Terlalu” dan “Get Down & Slide”. Walau jumlah lagu per album tak sebanyak dulu, mereka masih menemukan tempat untuk mencoba hal-hal baru, seperti “Menari” atau “Berbeda” yang beralih dari melankolis ke riang dan balik lagi. The Beginning of a Beautiful Life adalah lanjutan dari karier yang indah.
14. BIP
Berangkat Fame Music
Lama asyik dengan proyek masing-masing, pemain bas Bongky, pemain keyboard Indra Q, vokalis Ipang, dan gitaris Pay Burman kembali membuat musik untuk kelompok mereka. Hanya enam lagu di album ini, tapi semuanya kuat. Secara aransemen, vokal Ipang terdengar lebih melebur jika dibandingkan dengan ketika dia baru bergabung dengan BIP. Pilihan sound-nya lebih pas dengan vokal Ipang. Meskipun Indra Q mengumbar pengaruh sound ’80-an, musik di album ini masih terdengar kekinian. Ada lagu humoris di “Mane-Mane Boleh”, romantis di “Seluk Beluk Hatimu” hingga sindiran pada rock star di “Fenomenal.”
15. Slank
Jurustandur No. 18 Slank Records
Ini adalah album ke-18 Slank yang digarap karena mereka terlalu lama terjegal perizinan manggung. Meskipun drummer Bimbim yang menulis sebagian besar lagu di album ini, tapi kawan-kawannya yang lain berhasil menerjemahkan setiap lagu dengan baik sehingga di antara manisnya lagu-lagu pop bertema cinta (“Menyakitimu” dan “Lagi”) masih terselip lagu rock & roll dengan lirik kritis (“Bobrokisasi Borokisme” dan “Merdeka”) seperti harapan banyak orang pada Slank. Pilihan Kaka duet dengan Fahrani di lagu “Kukejar dan Kutangkap Kau (KKK)”, tak membuat malu. Album ini bukti Slank mampu menyalurkan energi yang terpendam dengan baik.
16. Gugun Blues Shelter
Gugun Blues Shelter BugsPro
Album terakhir Gugun Blues Shelter ini terlahir berkat konflik berkepanjangan dengan label rekaman mereka terdahulu. Seharusnya ada album sebelum ini yang sayangnya batal dirilis. Dengan produksi yang hanya memakan waktu sebulan, album yang direkam semi live ini berhasil mengemas blues rock a la Led Zeppelin, Stevie Ray Vaughan, Jimi Hendrix ke dalam format paling menarik di dekade 2000 an dan yang terpenting, “Original!” Simak lagu “Fight For Freedom,” power-ballad “When I See You Again” dan nomor balas dendam nan progresif dalam “White Dog” untuk membuktikan bahwa Gugun Blues Shelter adalah the real deal!
17. Jogja Istimewa 2010
Album Kompilasi Demajors
Album kompilasi ini rilis hampir berbarengan dengan situasi memanas antara Istana Merdeka versus Istana Yogyakarta. Bahkan lagu-lagunya de-ngan brilian menjadi soundtrack unjuk rasa warga Yogyakarta. 10 artis indie lintasaliran yang lolos kurasi ketat tampil mewakili scene musik terkini daerah istimewa ini. Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation) dengan nomor rap Jawa eksotik “Jogja Istimewa,” denting piano dan vokal membius Frau di nomor “Confidential,” gemuruh metal matematika dari Cranial Incisored hingga dendang musik dub nan menawan “Endless Night” dari Dub Youth. Semuanya menegaskan bahwa Jogja memang Istimewa!
18. Iwan Fals
Keseimbangan Fals Records
Album terbaru dari materi-materi lama yang selama ini sebagian sudah kerap dibawakan di atas panggung. Judul Keseimbangan adalah estafet dari album 50:50. Di Keseimbangan, Iwan Fals jadi musisi yang tak terikat label. Rata-rata lirik yang termuat mengakar pada tema kecintaan pada alam, Tuhan, dan manusia. Satu yang cukup menarik ialah lirik yang ditulis oleh KH Mustafa Bisri atau Gus Mus di lagu ”Aku Menyayangimu”, yang mengandung makna mendalam. Tidak ada yang sangat istimewa dalam sisi musik Iwan Fals di album ini. Semuanya bermain aman dan teratur. Namun dari sisi lirik, harus diakui penuh makna mendalam.
19. Endah N Rhesa
Look What We’ve Found REIProject/Demajors
Di album kedua, Endah N Rhesa terdengar lebih tahu apa yang mereka mau. Jika di album pertama warna lagu-lagunya terdengar hampir belang, di album ini benang merah dari sisi musikal lebih te-rasa—permainan rhythm guitar Endah lebih diumbar. Kisah soal suku di sebuah pulau akhirnya senada dengan atmosfer lagu yang banyak terpengaruh suasana tribal. Di “Midnight Sun”, ada musik yang iramanya seperti mengajak berlari. Lantas ada “Kou Kou The Fisherman” yang energik dan menghentak dalam caranya sendiri. Ada pula “It’s Gone” yang terdengar pilu. Secara keseluruhan, ini sebuah sekuel yang menarik.
20. Siksakubur
Tentara Merah Darah Fast Youth Records
Salah satu aksi death metal terbaik milik bangsa ini menjadi kian hebat dengan album kelima yang eksploratif. Tentara Merah Darah adalah sebuah konsep album di mana Siksakubur memuntahkan metal teknikal dan rapat, dengan ketukan hyperblast yang brutal sembari meneriakkan lirik lagu demi lagu karena terinspirasi novel, yang akhirnya diangkat ke layar lebar, berjudul 300. Pengaruh band Eropa seperti Behemoth dan juga Decapitated menghias di sana-sini. Tema atheisme atau satanisme bisa jadi sudah usang. Siksakubur membuktikannya, membahas cerita rakyat adalah prestasi.
Albums of The Year
1. Kanye West
My Beautiful Dark Twisted Fantasy Roc-A-Fella/Def Jam
Pada My Beautiful Dark Twisted Fantasy, Kanye West membuat musik yang tak kalah berantakan dengan hidupnya. Di sela-sela perseteruan dengan Matt Lauer atau mengomel di Twitter, Kanye membangun hip-hop yang epik, lagu-lagu yang penuh dengan aksi megah yang hanya dilakukan orang nekat dan hanya berhasil dilakukan orang-orang yang bakatnya luar biasa. Semakin banyak unsur yang dimasukkan – string section, solo piano Elton John, ocehan vocoder, cameo Bon Iver, sample King Crimson dan Rick James – semakin bagus pula musiknya. Lirik Kanye belum pernah sekocak ini (“Have you ever had sex with a pharoah?/I put the pussy in a sarcophagus”) atau lebih bijak mengenai kebiasaannya yang merusak hubungan. Lewat “Power” yang mengusung prog rock, kemegahan angker “Runaway” dan “Hell of a Life” yang terus berubah, dia membuat semua musik lain terasa lebih dangkal dan tumpul. Apakah album ini dark? Pasti. Twisted? Tentu saja. Namun yang paling penting, album ini indah.
2. The Black Keys
Brothers Nonesuch
Inilah album terbaik duo ini: lagu-lagu kuat yang minimalis dan mentah, dengan sentuhan warna dan hook yang panas. “Howlin’ for You” memadukan blues dengan irama glam yang diambil dari “Rock and Roll Part 2”-nya Gary Glitter, sedangkan lagu hit patah hati “Never Gonna Give You Up” milik Jerry Butler menonjolkan sosok Dan Auerbach sebagai penyanyi soul bersuara falsetto. Inilah minimalisme rock yang dipacu secara maksimal.
3. Elton John and Leon Russell
The Union Decca
Dua raksasa rock, salah satunya nyaris terlupakan, menjalin kembali persahabatan dan membuat musik yang layak disejajarkan dengan karya terbaik mereka. Produser T Bone Burnett menghasilkan produksinya yang paling spektakuler dalam beberapa tahun terakhir, penuh dengan steel guitar gemerlap, brass section riang dan paduan suara gospel. Namun pada akhirnya adalah suara Russell yang paling bersinar, dengan menuangkan seluruh sejarah musik populer Amerika ke dalam lantunannya yang bijak dan rapuh.
4. Arcade Fire
The Suburbs Merge
Arcade Fire tidak melakukan apa-apa dengan skala kecil – maka kolektif asal Montreal ini membuat album orchestral rock megah yang bercerita tentang perang batin manusia di tengah-tengah rumah besar dan halaman rapi. The Suburbs adalah album mereka yang paling berani sejauh ini: Simak string section yang gila pada “Empty Room”, energi Crazy Horse pada “Month of May”, synth-pop disco pada “Sprawl II (Mountains Beyond Mountains)”. Pasangan suami-istri Win Butler dan Regine Chassagne bernyanyi tentang kebosanan di pinggir kota, rasa takut akan perubahan dan keinginan punya anak – dan selalu menyuarakan pengakuan yang paling intim secara menggelegar dan menemukan keindahan di mana saja.
5. Jamey Johnson
The Guitar Song Mercury
Apa yang disimpan Jamey Johnson di balik rambut lebatnya? Lagu-lagu. Bintang Nashville yang paling keras ternyata merupakan musisi tradisional yang paling dapat diandalkan, seorang profesional ala Music Row yang dapat menulis lagu untuk semua emosi. Johnson menciptakan banyak lagu – 25, dengan durasi melebihi 105 menit – untuk album keempatnya yang berisi 2 CD: curahan hati pada akustik dan boogie blues keras, lagu-lagu sentimental dan angker, lagu orang dan lagu lucu-lucuan, serta “California Riots” dan “Playing the Part”, sepasang lagu kocak dari orang udik yang menghujat orang-orang liberal.
6. Vampire Weekend
Contra XL
Contra adalah album di mana Vampire Weekend menyadari mereka bisa melakukan apa saja: lagu-lagu indah yang pelan dan dubby, pseudo punk bising, riff gitar Afrika, lantunan paduan suara, lagu-lagu dengan rima “horchata”, “Aranciata” dan “Masada”. Ezra Koenig menulis lirik rumit tentang cinta muda dan ketegangan Dunia Ketiga, namun sedalam apa pun renung-annya, kekuatan melodiusnya tak pernah hilang: Jarang ada lagu dengan produksi semewah ini yang terasa begitu enteng atau berlalu dengan cepat. Saat kita mengagumi balada “I Think UR a Contra” atau “Your sword’s grown old and rusty/Burnt beneath the rising sun” (dari “Giving Up the Gun”) menempel di kepala, kita sadar bahwa kenikmatan tak kalah penting bagi orang-orang ini.
7. Drake
Thank Me Later Cash Money/Universal
Setelah tiga tahun mengeluarkan mixtape, menjadi bintang tamu dan gembar-gembor tanpa henti, album perdana mantan aktor yang menjadi rapper asal Kanada ini memenuhi ekspektasi dengan beat lezat, rap rapi dan introspeksi yang dalam. Gaya mengoceh Drake yang santai dan soulful menambah sisi ironi pada renungannya tentang kehidupan pesta pora. Dialah bintang terkemuka di dunia hip-hop pasca-Kanye yang tersiksa: seseorang yang tidak bisa memutuskan apakah “I’ve been up for four days gettin’ money” adalah sesumbar atau beban.
8. Robert Plant
Band of Joy Rounder
Silakan terus menunggu, Jimmy Page – dia takkan kembali. Setelah mengeluarkan Raising Sand (2007) yang mengusung musik roots, Plant mengeluarkan album yang lebih berani dan kental roots Plant dan bandleader-nya, gitaris Buddy Miller, mengolah lagu-lagu kuno dan tema modern dengan eksplorasi psychedelic terhadap blues dan country dan membawakan lagu-lagu Los Lobos, Townes Van Zandt, band slow-core Low dan gospel seolah-olah semuanya adalah persinggahan dalam jalan menuju nirwana.
9. Eminem
Recovery Aftermath/Interscope
Eminem berceloteh “Let’s be honest, that last Relapse CD was ehhh” pada Recovery, yang mengambil posisi victory lap pasca-rehabi-litasi yang seharusnya ditempati Relapse yang kekanak-kanakan. Dengan mendominasi radio, Eminem kembali ke puncak di tahun 2010, namun dia juga lebih tua dan bijak: seorang ayah ketakutan yang berhasil lolos dari maut dan kembali dengan kemampuan utuh. Saat dia berjanji tetap bersih pada “Not Afraid”, kita tahu dia serius.
10. LCD Soundsystem
This Is Happening DFA/Virgin
James Murphy mengerahkan pasukan punk funk asal New York-nya untuk album putus cinta yang berat, dan menggali keluar dari runtuhan emosional dengan bantuan keyboard gemilang Nancy Whang dan pukulan drum dahsyat Pat Mahoney. Murphy bersaksi tentang cinta dewasa yang kandas (“I Can Change”) diiringi berbagai jenis musik electronic dance, sementara lagu lucu “Drunk Girls” menawarkan semboyan bagi kekasih bebas di mana pun berada: “I believe in waking up together.”
11. The Dead Weather
Sea of Cowards Warner Bros./Third Man
Ini bisa dibilang lebih menyerupai serangkaian kejang metallic blues daripada album – dan rock ekstrim yang paling menyenangkan tahun ini. Jack White duduk di belakang kali ini – sebagai drummer-vokalis – namun dia tetap memimpin: Pukulannya a la Bonham memacu gitar yang berliuk-liuk serta nyanyian Gothic oleh Alison Mosshart.
12. John Mellencamp
No Better Than This Rounder
Idealisme folk blues – yang direkam pada tape machine mono di tempat-tempat seperti gereja di Georgia dan Sun Studios – dengan amarah modern terhadap dunia setelah krisis finansial. Saat Mellencamp menyanyikan “A Graceful Fall”, dia memancarkan kebanggaan dan amarah bagaikan laporan bisnis semalam.
13. Taylor Swift
Speak Now Big Machine
Speak Now membuktikan bahwa Swift tak sekadar penyanyi country terbesar di dunia – di usia 21 tahun, dia adalah pabrik lagu dengan jiwa rock & roll. Ada lagu-lagu tentang kekasih selebriti, namun yang paling penting adalah penguasaannya terhadap balada lembut seperti “Enchanted” atau lagu rock ala Phil Spector seperti “Long Live”.
14. Robyn
Body Talk Cherrytree/Interscope
Body Talk berawal sebagai dua album mini adiktif; begitu album penuhnya keluar, rasanya seperti album greatest hits. Beat dan lagu sang diva Swedia ini mengalahkan para pesaingnya dari Amerika. Begitu juga selera humornya: Simaklah “Fembot” dan “Don’t Fucking Tell Me What to Do” yang diam-diam mengharukan.
15. The National
High Violet 4AD
Band rock pemurung asal Brooklyn ini bisa saja mengulangi formula album Boxer yang mengangkat nama mereka di tahun 2007, namun Violet lebih berani dan cerdas, dibuka dengan permainan gitar puitis dan jiwa eksperimen ala The Beatles. Matt Berninger menyanyikan “Bloodbuzz Ohio” bagaikan pengunjung bar yang merasa kita tidak bisa melihat rasa takutnya.
16. Kid Rock
Born Free Atlantic
Mr. Bawitdaba akhirnya membuat album Bob Seger impiannya. Album bernuansa classic rock yang diproduseri Rick Rubin ini seperti mendengar radio di Detroit tahun 1975: Dengan lagu-lagu anthem, country rock dan boogie, Rock menunjukkan variasi – dan kedalaman – yang tak terlihat di masa mudanya.
17. Beach House
Teen Dream Sub Pop
Vokal seksi Victoria Legrand terasa mengawang dan androgini, seperti curhatan teler di malam hari dan masih belum jelas kita akan tidur di mana. Beach House mempertajam sound dan hook di album ketiga ini – dan secara mengejutkan itu ternyata membuat musik mereka semakin misterius dan magis.
18. Kings of Leon
Come Around Sundown RCA
Album arena rock terbaik tahun ini. Doo-wop udik pada “Mary” dan country ala U2 pada “Back Down South” menggambarkan Kings of Leon pada titik tengah sempurna antara pop murni dan musik tradisional. Dan “The End”, lagu pertama Sundown, terdengar seperti awal yang baru.
19. M.I.A.
Maya N.E.E.T./Interscope/XL
Hujatan terhadap ulah-ulah M.I.A. – video “Born Free” yang eksplisit dan perseteruannya dengan New York Times – membuat orang-orang lupa bahwa provokasi terbesarnya di tahun 2010 terdapat dalam musiknya. Kebisingan art punk dan electro beat di album Maya menciptakan musik protes yang paling tajam belakangan ini.
20. Neil Young
Le Noise Reprise
Bergejolak, terdistorsi – dan salah satu album Young yang paling intim. Le Noise kebanyakan berisi gitar elektrik solo yang tajam, namun bahkan saat Young bermain akustik di “Love and War”, tekad yang dijalani seumur hidupnya – “There’ve been songs about love/I sang songs about war/Since the back streets of Toronto” – masih cukup keras.
Minggu, 05 Desember 2010
Weezer Menggelar Tur Pendek
Mereka memainkan Blue Album dan Pinkerton secara penuh.
Luna Maya: Ariel Tak Tergantikan
Luna pertama menjejak kaki di dunia hiburan dalam pemilihan Cover Girl Majalah Aneka 1999. Sejak itu karirnya melesat dengan membintangi sederet video klip dan jadi model papan atas. Di atas Toyota Alpard miliknya yang meluncur dari Jakarta ke Bandung kemarin, Luna blak-blakan kepada Tempo tentang hubungannya dengan Ariel.
Kapan Anda kenal Ariel? Tahun 2004. Saya dikerjain sama temen. Temanku lagi telepon-teleponan dengan Ariel, terus teleponnya langsung dikasih. Jadinya kita kenalan.
Yang minta kenalan Anda atau Ariel? Bukan dua-duanya. Sebelum telepon dikasih, saya malah tidak tahu dengan siapa saya bicara.
Anda fans Peterpan? Nggak. Saya baru denger Peterpan setelah album kedua keluar (Bintang di Surga, 2004). Waktu pertama dengar, saya malah komentar, "Nama band kok Peterpan." Terus waktu lihat video klipnya, komen saya, "Ih aneh banget." Ha ha ha.
Tapi waktu kenalan di telepon, Anda tahu Ariel kan? Iya. Dia juga tahu saya.
Setelah itu? Kami bertukar nomor. Tapi tidak telepon-teleponan, paling cuma sms-an.
Siapa yang pertama sms? Ha ha ha, pertanyaannya aneh banget. Lupa, soalnya udah lama banget. Udah enam tahun, lho.Isi sms Ariel apa saja?"Hai lagi ngapain?" Standar abis, ya. Ha ha ha. Dia emang tipe orang yang tidak banyak omong, introvert, pasif.
Lantas apa yang bikin Anda suka kepada Ariel? Dia tuh unpredictable, bener-bener tidak bisa ditebak. Tidak pernah cerita kalau tidak ditanya. Jadi kesannya misterius banget.
Luna sempat menghentikan ceritanya karena asmanya kumat. Batuk datang tiada henti. Dia baru bisa kembali bertutur setelah menghisap ventolin. Asma Luna kambuh kalau terkena debu, nangis, atau tertawa. Jadi kemana-mana dia harus bawa ventolin.
Biasanya kalau jalan berdua Ariel ngapain? Biasa banget, paling ke mal, nonton bioskop, makan. Waktu Tahun Baru 2005, saya naik kereta ke Bandung untuk merayakan Tahun Baru di rumah Andika (mantan kibordis Peterpan). Itu pertama kalinya saya dikenalin sama anak-anak Peterpan. Saya di Bandung sampai 3 Januari 2005. Kalau di Bandung, jalannya ke Lembang.
Waktu itu sudah resmi pacaran? Ga ada kata-kata "jadian" tapi kita sudah dekat banget. Kita juga nggak punya tanggal "jadian".
Tidak pernah "jadian" tapi pernah "putus" ya? Iya mulai pertengahan 2005, karena Ariel menikah. Waktu itu kami benar-benar tidak pernah saling kontak. Saya juga punya pacar lain.
Bagaimana hubungan kalian setelah Ariel menikah? Karena sama-sama di dunia entertainment, pasti kami saling bertemu. Kalau bertemu ya pasti menegur. Jadi pasti keep in touch.
Lantas kapan mulai dekat lagi? Kami mulai sering berkirim sms lagi pertengahan 2008 (Ariel bercerai dengan Sarah Amalia pada 27 Mei 2008). Saya coba jadi temannya karena itu tahun sulit bagi Ade (panggilan Ariel di keluarganya). Selain bercerai, dua personelnya (Andika dan Indra) keluar dari Peterpan. Dia butuh support.
Saat itu Anda masih menyimpan hati untuk Ariel? Ya, dulu waktu lagi seru-serunya, kami harus pisah. Jadi pas ketemu, memori itu masih ada. Hubungan kami mengalir saja. Sejak Desember 2008, mulai saling kenalkan satu sama lain sebagai pacar.
Jadi seberapa besar cinta Luna Maya terhadap Ariel? Memang cinta ada takarannya ya, sebesar apa saya tidak tahu, yang jelas saya nyaman sama dia dan belum terpikir sedikit pun untuk mencari pengganti dia.
Luna hanya tersenyum saat ditanya rencana pernikahan. Tapi sang pacar memberikan jawaban positif. Nantikan wawancara Tempo dengan Ariel Senin (6/12). REZA M
Kamis, 02 Desember 2010
MTV Staying Alive Kembali Digelar, Tahun Ini Sherina Jadi Duta
Kampanye dengan sasaran generasi muda tentang bahaya HIV/AIDS ini konsisten digelar MTV sejak tahun 2004.
Selasa, 30 November 2010
Jogja Hip Hop Foundation Merilis Film Dokumenter Berjudul Hip Hop Diningrat
Hip Hop Diningrat berisi sejarah dan eksistensi musik Hip Hop Jawa yang dibuat langsung oleh pelakunya.
Senin, 02 Agustus 2010
Bersatu Mereka Teguh
Sekitar 1000 orang Kamtis berseru di Plaza Utara Senayan. Di sebuah acara pameran clothing yang juga menampilkan band-band independen terbaik seperti Koil dan juga Killed By Butterfly. Bila Anda belum familier, Kamtis adalah panggilan bagi mereka yang mengaku sebagai penggemar fanatik Endank Soekamti, band pop punk asal Yogyakarta. Mereka menyerukan “Mars Kamtis”, sebuah intro antemik yang merupakan koor massal tanpa kehadiran instrumen musik dan sekilas terdengar seperti yel-yel penggemar sepak bola. Bukan hanya dari sisi nyanyian, dari sisi hasrat, para Kamtis ini pun memamerkan kekuatan yang sama seperti para penggemar sepak bola, yakni kehadiran massal pada setiap pertunjukan, kebanggaan akan asosiasi dengan band tersebut, dan juga ekspresif dalam menunjukkan kecintaan mereka. Bila melihat jumlah massa dan fanatisme mereka lengkap dengan bendera yang berkibar, rasanya Kamtis mulai menuju posisi yang terlebih dulu dicapai oleh Slankers dalam soal fanatisme dan ekspresi ketika menonton idola mereka. Secara predikat, para Kamtis pun kini mulai bergeser. Dari penggemar, kini resmi menjadi umat. Menjadi fenomenal, karena gelombang ini mengharu biru di tengah absennya dukungan media televisi mainstream untuk band ini, saat televisi kerap jadi andal-an bagi banyak grup musik masa kini dalam urusan menjaring penggemar. Menariknya, jarang muncul di televisi ini membuat me-reka menjadi salah satu band cult bermassa terbesar di Indonesia. Di satu sisi, terdapat ribuan orang yang fanatik terhadap mereka layaknya umat, namun lebih banyak lagi yang belum familier terhadap fenomena ini, khususnya masyarakat pengkonsumsi berat acara televisi arus utama.
Ada apa dengan Endank Soekamti? Apa yang membuat trio pop punk yang beranggotakan vokalis/pemain bas Erik Kristianto, vokalis/gitaris Dory Windiyanto dan pemain drum Arie Dwi Hamzah ini begitu fenomenal, dalam artian digemari dan dicintai oleh massanya hingga mereka rela berbondong-bondong untuk menyaksikan band kesayangan mereka walau itu berarti melaksanakan pengorbanan seperti melakukan perjalanan lintaspropinsi, bahkan di beberapa kasus, lintaspulau?
Satu teori adalah kedekatan band ini terhadap citra akar rumput, nama Endank Soekamti cukup merakyat, humoris dan mencuri perhatian dengan mudah. Musik yang ringan dan mudah dinyanyikan bersama adalah alasan suksesnya Endank Soekamti menjaring massa, ditambah dengan kepribadian personel yang hangat dan apa adanya juga berhasil membuat para Kamtis merasa memilihi idola yang tepat.
Contohnya ada pada Andre Aulia Akbar atau akrab dipanggil Boii. Ia berumur 23 tahun, lulusan D3 di Interstudi, yang mengaku telah menjadi penggemar Endank Soekamti sejak tahun 2005. Ia mengaku gemar Endank Soekamti karena dengan mendengar musik Soekamti ia merasa bebas dan bisa maksimal bersenang-senang. Kini ia seminggu sekali menyambangi perkumpulan Kamtis di daerah Cawang yang beranggotakan sekitar 50-60 orang. “Kamtis itu kompak dan kebersamaannya tinggi. Kamtis dari Jawa kalau datang sering kumpul dengan kami. Kemudian hasil dari sering kumpul, kami patungan uang seadanya untuk bisa undang Endank Soekamti untuk main di Kamtis Party,” tukasnya penuh semangat. Pria ini juga bercerita betapa peduli idolanya terhadap para penggemarnya. “Setiap datang ke basecamp-nya, kami pasti dijamu. Diberi makan. Dulu malah pernah ada kaki penggemar yang terjepit kereta gara-gara mau datang ke Yogya untuk gathering, akhirnya dia diurus, diobati sampai sembuh,” tegas Boii. Tapi momen paling mengharukan bagi Boii adalah ketika pada suatu saat ia diajak oleh Endank Soekamti untuk naik bis dan ikut tur ke Surabaya dan Bali. “Perasaannya campur aduk, antara haru, senang dan bangga.” Boii mengakui bahwa dalam pertunjukan Endank Soekamti, Kamtis baru banyak yang masuk ke venue bila mereka tak perlu membayar lebih dari Rp 10.000. “Maklumlah, biasanya banyak juga Kamtis yang street kids, asalnya dari jalan. Tapi kami senang, manajemen Soekamti sering juga membantu kami sebisa mungkin. Ada semacam timbal balik dari manajemen mereka terhadap loyalitas kami,” tutur Boii yang sempat memenangkan sayembara menulis lirik yang diadakan Endank Soekamti. Hasilnya adalah lagu “Berkibar Tinggi” yang sering dibawakan Endank Soekamti ketika manggung.
Walau menurut Boii puncak jumlah Kamtis terdapat pada era tahun 2005-2007 ketika pensi sekolah menengah umum sedang menjamur di ibu kota, hampir bisa dipastikan band ini akan segera mencapai kembali ge-lombang massa baru yang luar biasa karena mereka baru saja merilis effort mereka yang terbaru, yakni Soekamti.com, album penuh yang dirilis oleh Nagaswara. Menjadi me-narik karena label ini biasa merilis album band pop seperti Kerispatih atau bahkan pop melayu seperti Wali. Rahayu Kertawiguna, Managing Director Nagaswara mengaku, “Kami ambil Endank Soekamti karena band ini unik, dan punya massa yang sangat fanatik. Bahkan sebagai bentuk apresiasi kami terhadap band ini dan massanya, tak ada satupun lagu Endank Soekamti yang kami tidak masukkan ke album. Bahkan sampai lagu yang keras sekalipun,” ucapnya. Saat ini Rahayu sedang mencari formula yang tepat bagaimana memparalelkan antara kekuatan mereka di panggung dengan performa penjualan RBT yang tinggi. Mendengar hal ini, sepertinya cuaca terlihat cerah bagi Endank Soekamti.
Sore itu Erick, Dory dan Arie berkunjung ke markas Rolling Stone untuk berbincang-bincang. Berikut perbincangan kami:
Apa alasan membuat situs www.soekamti.com?
Erick: Pertama, ini adalah alat komunikasi kami dengan Kamtis, karena kami bukan band nasional seperti d’Masiv, Wali yang bisa main di Lombok, atau di pedalaman mana. Sedangkan kalau melihat surat yang kami terima di Facebook, sering membuat tersentuh. “Mas, tolong dong Endank Soekamti main di kota kami.” Nah, situs ini kami buat untuk menyebar informasi, me-laporkan kegiatan band. Setiap tahun pasti kami bikin gathering Kamtis, dan seluruh kegiatan pasti kami taruh di situs ini. Dan masih juga belum puas, dari sekedar tulisan. Kami juga bikin radio yakni Soekamti FM di situs tersebut supaya para Kamtis bisa de-ngar suara kami. Di radio ini kami juga memfasilitasi band-band lain yang siaran di situ. Jadi membantu orang lain juga. Ada bayarannya siaran, nggak? Ya kami barter saja sama band-band itu. Mereka setuju untuk siaran selama setahun dan mereka kami berikan rekaman gratis di studio kami. Kan ekosistemnya jadi bagus kalau begini.
Kalau menurut kalian, mengapa Endank Soekamti bisa memiliki fanbase sebanyak itu dan sefanatik itu?
Erick: Karena kami kelihatannya tidak dilihat seperti idola di mata mereka. Kami diajak ketemuan gampang, diajak foto gampang. Rasanya seperti bukan ketemu sama idola.
Dory: Bukan seperti tipe orang yang ada di menara gadingnya sendiri. Lebih down to earth saja.
Erick: Misalnya kamu mau ketemu Soekamti, silakan datang saja ke basecamp, pasti ketemu kok. Kan aku dapat jatah siaran terus. Dan kami juga mau menemui. Kami juga tidak terganggu. Kalau misalnya terganggu ya pergi saja, kan beres.
Dory: Kadang gue saja kalau nemuin me-reka hanya pakai celana boxer. Jadi santai saja.
Erick: Dan kami ingat sama mereka. Walaupun kadang lupa namanya, tapi kami tahu persis si A ini anak Kamtis mana.
Apa yang kalian pikirkan dan rasakan ketika pertama kali menyadari bahwa Endank Soekamti memiliki basis massa kuat dan sedemikian fanatik?
Erick: Sebenarnya agak bingung juga menjawabnya.
Dory: Karena kami sendiri suka bingung juga, sebenarnya yang ada di pikiran mereka tuh apa sih? Mungkin bisa dibilang kami jadi merasa punya teman lebih banyak saja sih.
Erick: Itu juga nggak bisa pinjam duit mereka ya?
Dory: Iya, harusnya kalau teman kan bisa pinjam duit ya. Eh, tapi kadang-kadang minta rokok sih. [tertawa]
Seperti apa kerepotannya punya penggemar banyak dan fanatik seperti itu?
Erick: Ya...adalah saat repotnya. Seperti kami pernah di-blacklist di Jakarta dulu oleh salah satu sponsor terbesar sementara dulu kami pernah jadi langganan mereka kalau ada acara. Memang waktu itu rusuh banget. Ini di sebuah pensi SMU negeri di Jakarta yang legendaris karena rusuhnya itu di Senayan. Dan memang ketika itu massa paling banyak yang ada di acara itu Kamtis. Cuma kan sebenarnya masih belum bisa di-ketahui apakah itu Kamtis atau oknum yang rusuh. Di acara ini, kami seperti dikambinghitamkan karena musiknya kencang sendiri. Padahal usut punya usut kerja panitia juga nggak benar, dan banyak masalah dengan tempat, seperti masalah parkir dan provokatif juga ke massanya. Karena Kamtis Jakarta sudah nggak betah harus bolak-balik ke Jawa untuk nonton kami, akhirnya diadakanlah Kamtis Gathering yang pertama di Jakarta. Mereka patungan, sewa alat, sewa gedung di Fatmawati. Dari situ kami terpikir membuat gathering-gathering selanjutnya.
Apa saja acara Gathering Kamtis waktu di Yogya?
Erick: “Tribute to Pramuka”. Pertama datang upacara dulu [tersenyum], kemudian bikin tenda. Begitu agak malam, semuanya bikin kejutan untuk Kamtis Jakarta yang baru datang. Mereka semua dikejutkan. Sesudah terkumpul semua: Renungan Malam. Kemudian Jurit Malam, disambung Mencari Jejak. Terakhir ya Api Unggun.
Berapa persen waktu kalian yang diluangkan untuk penggemar?
Erick: Terserah dia mau datang saja. Kecuali di Jakarta sini. Di basecamp sudah ada aturannya, kami bikin tulisan dan ditempel. “Jam Berkunjung: 15.00 – 22.00”. Karena kegiatan promo itu kan harus bangun pagi. Nggak mungkin aku menemani sampai pagi seperti di Yogya.
Dengan bebasnya para Kamtis mengunjungi basecamp, pernah merasa terbebani bahwa kalian harus selalu menjadi sosok yang tidak boleh mengecewakan bagi mereka?
Erick: Seperti yang dikatakan oleh Dory, ya bagusnya cuek-cuek saja. Karena kalau tidak begitu akhirnya akan jadi terbebani, harus dandan dulu atau bagaimanalah. Mereka juga mengerti kok.
Dory: Kadang kalau kami capek ya kami tidur saja. Kadang mereka main sama kru. Kalau memang capek ya bilang saja capek. Jujur saja. Mereka biasanya pasti mengerti kok.
Erick: Gampang diatur kok biasanya mereka. Malah kami ada beban kalau manggung. Bebannya sama EO, “Aduh, jangan sampai berantem”, [tertawa] supaya bisa diundang lagi, titik.
Ada kejadian paling tidak bisa dilupakan soal penggemar?
Dory: Aku sih herannya kalau Kamtis Jakarta ke Yogya, pasti pada tidur di basecamp. Itu tidurnya seperti ikan sarden. Bertumpuk sampai ke halaman segala.
Erick: Dan ini sudah kedua kalinya kami pindah kontrakan karena diusir. Mereka tidur sampai di teras tetangga karena rumah kami sudah terlalu penuh. Ya kaget dong pagi-pagi lihat orang sebanyak itu. Akhirnya kami sudah pindah. Basecamp kami sekarang sudah di tengah sawah banget. Sudah nggak mungkin ganggu orang lagi.
Apa ukuran kesuksesan bagi kalian?
Erick: Mungkin kalau dari karier ya masih nominal pendapatan ya. Kalau dulu main musik kan nggak ada tuntutan. Begitu masuk rumah tangga jadi berasa, kan? Oh, ternyata begini.
Arie: Efek Rumah Tangga [tertawa].
Dory: Kalau aku beda sih. Bagiku, sukses itu adalah ketika misalnya aku mati nanti, banyak yang melayat. Itu baru sukses.
Erick: Nanti yang melayat banyak yang sok eksis juga ya? “Wah, saya dulu sama beliau ini dekat sekali”. [tertawa]
Seberapa harmonis hubungan kalian bertiga sebagai teman band?
Arie: Ya, layaknya seperti saudara. Kadang ada mesranya, kadang ada berantemnya.
Erick: Ya normal saja sih. Gue sama Ary pernah sampai diam-diaman beberapa bulan, ya yang wajar saja. Tapi nggak pernah sampai pukul-pukulan.
Dory: Tapi jangan-jangan Ary pukul drum itu pelampiasan ya. [tertawa].
Banyak dapat groupies di Endank Soekamti?
Erick: Nah, itu sangat dibutuhkan sekali [tertawa keras]. Pendaftaran sangat dibuka.
Dory: Ini yang lagi ingin kami upgrade.
Arie: Tapi rata-rata kalau penggemar cewek gayanya sama kayak cowok ya?
Erick: Iya, males banget kan?
Slash Menggoncang Surabaya Rock City
Slash, gitaris legendaris dunia, hanya bisa melongo, tatapannya begitu bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Itu semua akibat seorang wartawan media lokal yang bertanya,”Mister Slash, apakah anda tahu tentang alat musik tradisional Indonesia seperti angklung dan gamelan? Apakah Anda punya rencana untuk mengkolaborasikan permainan Anda nanti malam dengan alat musik tradisional Indonesia?”
Setelah dijelaskan dengan lebih rinci bahwa angklung adalah alat musik dari bamboo dan gamelan adalah alat musik pukul pentatonis, dengan pasrah Slash hanya menjawab,”Saya tidak tahu apa-apa tentang alat musik tradisional itu.”
Pertanyaan lain diajukan oleh seorang wartawan kepada Mahaka Entertainment, penyelenggara konser Slash di Indonesia. “Kenapa tidak diselenggarakan di Stadion Tambaksari?” ini pertanyaan yang sangat menarik. Sebab jika memang jadi diadakan di Stadion Tambaksari dengan harga tiket jauh lebih murah, konser ini sangat berpotensi untuk mengalahkan pamor konser Sepultura yang rusuh total di tempat yang sama pada tahun 1992.
Hasani Abdulgani, presiden direktur Mahaka Entertainment, menanggapinya dengan alasan bahwa potensi chaos di Tambaksari jauh lebih besar daripada penyelenggaraan di Jatim Expo. Apalagi di saat yang sama, stadion ini menggelar konser dangdut akbar yang mendatangkan Trio Macan.
Wartawan lain, mengajukan pertanyaan kepada Slash,”Bagaimana perasaan Anda, konser di Surabaya nanti malam?” Dengan gerakan yang sangat minimalis, mantan gitaris Guns N' Roses ini menjawab,”It’s gonna be great concert!”
Slash benar, tanpa mulut besar ia membuktikan kualitas seorang legenda di hadapan publik Surabaya pada Sabtu (31/7) malam lalu.
Sejak sore hari antrian penonton mengular untuk menukarkan kupon dengan tiket asli yang dikeluarkan Mahaka di detik terakhir menjelang konser. “Untuk menghindari pembajakan tiket,” kata seorang humas Mahaka. Di luar gedung pertemuan berdaya tampung sepuluh ribu orang ini dipajang berbagai booth yang menampilkan gambar Slash dalam ukuran besar. Membuat para penggemar Slash puas berfoto.
Konser ini dibuka oleh All Indonesian Rock Stars yeng terdiri dari Candil (eks-vokalis Seurieus); John Paul Ivan (eks-gitaris Boomerang); Yuke (basssist Dewa19); Yoyo (Padi), Andy (/rif), dan Baron (Baron Soulmate).
Histeria massa muncul menandai datangnya Slash. Living legend dengan style unik tersebut masih setia hadir dengan rambut gondrong menutup muka lengkap dengan topi tinggi. Mengenakan kaos tanpa lengan dengan sablon bergambar wajah Sid Vicious, Slash datang dengan spotlight yang setia mengikuti kemana pun Slash berjalan.
Tanpa basa-basi Myles Kennedy, vokalis Alter Bridge yang menemani Slash dalam konser Indonesia, menggebrak dengan nomor "Ghost" dari album selftitled Slash. Permainan gitar tempo cepat ala Slash muncul ditingkahi suara flamboyan milik Myles. Ini adalah lagu pembuka yang sangat tepat.
Sayangnya publik Surabaya tidak cepat panas. Histeria yang muncul di awal tenyata tidak berlanjut pada gerakan-gerakan liar para penonton seiring dengan permainan Slash yang memicu adrenalin. Sebagai gantinya, mulai muncul banyak kunang-kunang yang menganggu pandangan.
Ini bukan tentang serangga kecil yang menyala di malam hari tersebut, melainkan ribuan layar ponsel berbagai jenis dengan kamera megapiksel yang berkelap-kelip menyala di kegelapan. Hampir semua penonton mengangkat ponsel lengkap dengan mode perekam instan. Tampak tidak ingin melewatkan momen konser legenda dunia yang bisa jadi tidak mungkin terulang kedua kali di Surabaya.
Namun ribuan "kunang-kunang" itu hilang perlahan berganti dengan tarian liar yang mengiringi nomor-nomor lawas dari Guns N Roses, Slash's Snakepit serta Velvet Revolver. Nomor-nomor seperti "Rocket Queen", "Sucker Train Blues", "Slither", dan "Night Train". Semuanya menampilkan permainan apik dari Slash.
Masa berubah seperti piranha yang diberi umpan segar ketika intro gitar nan klasik "Sweet Child O’Mine" muncul perlahan. Permainan Slash yang mudah ditebak membuat penonton kegirangan dan kemudian terjadilah koor massa. Myles harus mengakui suaranya tertelan ribuan mulut menganga publik Surabaya pada lagu ini.
Lagu-lagu baru dari album selftitled juga dimainkan, seperti single "Nothing To Say", "Back From Cali", "By The Sword", dan "Watch This". Pada lagu "Starlight", permainan gitar Slash mengalun sendu di awal. Mengajak para penonton untuk bernafas. Selama konser ini Slash memang hadir sadis. Tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Antara lagu satu dengan lagu berikutnya hampir tidak berjarak. Menonton konser inihampir sama seperti mendengarkan iPod yang terisi playlist Slash.
Seluruh permainan dihadirkan dengan dingin tanpa basa basi. Semua dikemas dengan permainan yang cantik namun berbahaya.
Virtuositas Slash muncul saat bermain solo dalam sebuah komposisi tanpa nama. Permainan melodi yang melengking dan raungan gitar khas Slash muncul. Komposisi sepanjang hampir enam menit ini disambung dengan theme song film Godfather yang skillful. Tidak ada kata tua buat permainan gitar seorang Slash.
Wahyu, seorang penonton yang jauh datang dari Jogja tidak dapat melepaskan mata dari aksi-aksi maut yang dibawakan Slash. Ponsel berkamera miliknya tidak berhenti merekam tingkah polah Slash yang menghibur hampir selama dua jam tersebut. “Kapan lagi nonton Slash di Indonesia!” ujarnya setengah berteriak pada jeda antar lagu.
Menurut salah satu sumber, banyak penontong dari luar kota yang berbondong-bondong datang ke Surabaya, diantaranya Bali, Jogja, Malang, dan beberapa kota lainnya. Sama seperti Wahyu, mereka datang menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer untuk menonton legenda hidup bernama Slash. Presiden direktur Mahaka Entertainment, Hasani Abdulgani dalam press conference beberapa jam sebelum konser mengatakan,”Setelah Jimi Hendrix, kita punya Slash,” bisa jadi ia benar.
Seusai konser pada dini hari Minggu (2/8) melalui komputer miliknya di hotel Shangrilla, Slash memuji penonton Surabaya via akun Twitter miliknya (@Slash). "Surabaya is an amazing R & R destination. I cant believe I never came here before. Fuck, they lost their minds!"Minggu, 01 Agustus 2010
Ariel, Video & Hukum Pidana
Dengan pemberitaan yang begitu gencar oleh media massa, tidak ada orang yang tidak tahu soal video porno yang diduga melibatkan Nazriel Irham, vokalis grup musik Peterpan yang lebih dikenal dengan nama Ariel. Penyidik di Mabes Polri pun melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Ariel dan pihak-pihak lainnya yang diduga terlibat dalam pembuatan dan penyebaran video porno tersebut, hingga akhirnya setelah memperoleh bukti yang cukup, pada tanggal 22 Juni 2010 lalu Mabes Polri menetapkan Ariel sebagai tersangka dan kemudian melakukan penahanan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Awalnya, dalam beberapa pemberitaan di media massa terdapat kesimpangsiuran mengenai tindak pidana apa yang disangkakan kepada Ariel. Namun, belakangan Mabes Polri menyampaikan bahwa setidak-nya Ariel dituduh melanggar pasal 4 ayat 1 jo. pasal 29 UU Pornografi, pasal 27 ayat 1 jo. pasal 45 UU ITE dan pasal 282 KUHP.
Untuk mengetahui apa sebenarnya yang dituduhkan kepada Ariel, ada baiknya kita membahas satu persatu ketentuan-ketentuan dalam UU Pornografi, UU ITE dan KUHP yang dituduhkan kepada Ariel. Setidaknya dari sana nanti dapat diketahui bagaimana posisi hukum Ariel dalam kasus yang menimpanya tersebut.
UU PORNOGRAFI
Saat UU Pornografi masih dalam pembahasan dan bernama Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP), beberapa elemen masyarakat di berbagai daerah menentangnya. Penolakan terbuka datang juga dari beberapa pimpinan daerah seperti Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Ketua DPRD Bali Ida Bagus Wesnawa, Ketua DPRD Papua Barat Jimmya Demianus Ijie, dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya.
Pembahasan RUU APP itu sebenarnya dimulai sejak tahun 1997. Namun dengan adanya penolakan dari berbagai elemen masyarakat itu, pembahasan RUU APP pun mengalami tarik ulur. Pangkal persoalan dari penolakan terhadap RUU APP itu karena RUU APP dianggap hendak mengatur moral dan akhlak manusia Indonesia secara pukul rata, mengaburkan batas antara ruang publik dan ruang privat, serta beberapa istilah dalam RUU Pornografi tersebut bersifat kabur (tidak pasti) sehingga berpotensi multitafsir.
Setelah mengalami beberapa kali perubah-an dengan memperhatikan tuntutan masyarakat, akhirnya RUU APP disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada tanggal 30 Oktober 2008 dan diundangkan pada tanggal 26 November 2008 sebagai UU Pornografi. Menurut UU Pornografi, yang dimaksud dengan pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.
Unsur ”dapat membangkitkan hasrat seksual” dan ”melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat” dalam pengertian pornografi tersebut pada dasarnya juga dapat menimbulkan ketidakpastian. Respon seseorang ketika melihat suatu obyek tentu tidak selalu sama dengan orang lain. Sesuatu hal mungkin dapat membangkitkan hasrat seksual seseorang, namun belum tentu hal tersebut dialami juga oleh orang lain.
Begitu pula dengan nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat, dengan fakta bahwa masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa dan agama tentu memiliki sistem nilai dan norma yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Seseorang yang menggunakan koteka di pedalaman Papua mungkin tidak akan dianggap melanggar nilai-nilai kesusilaan di sana. Hal ini tentu saja berbeda jika orang berkoteka itu berjalan-jalan di kota Padang misalnya.
Apabila kita melihat ketentuan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi yang dituduhkan kepada Ariel, maka dapat diketahui bahwa setiap orang dilarang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau e. alat kelamin. Pelanggaran atas ketentuan pasal tersebut dapat diancam dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar, sebagaimana diatur dalam pasal 29 UU Pornografi.
Dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 tersebut diterangkan bahwa yang dimaksud dengan ”membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. De-ngan demikian, membuat materi yang me-ngandung pornografi untuk disimpan sen-diri seharusnya tidak dapat dianggap melanggar pasal 4 ayat 1 tersebut.
UU ITE
Penyusunan awal materi UU ITE pada dasarnya tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Indonesia (UI). Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi RI, sedangkan Tim UI ditunjuk oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di Institut Teknologi Bandung yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU IETE). Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008 dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008.
Selain mengatur seputar keabsahan informasi elektronik/dokumen elektronik dan transaksi elektronik, UU ITE juga meng-atur mengenai beberapa tindak pidana yang telah diatur dalam KUHP yang disebarluaskan dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, yaitu antara lain penghinaan atau pencemaran nama baik; penyebaran tulisan atau gambar yang melanggar kesusilaan; perjudian; dan pemerasan atau pengancaman. Masalahnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam UU ITE me-ngenai pengertian penghinaan, pencemaran nama baik dan kesusilaan tersebut. Padahal, KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan mengenai hal tersebut. Akibat ketidakjelas-an pengertian tersebut, hal ini sering menimbulkan masalah dalam penerapan pasal-pasal KUHP tersebut.
Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang dituduhkan kepada Ariel pada pokoknya melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar ke-susilaan. Bagi pelanggarnya dapat diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar, sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat 1 UU ITE.
KUHP
Sebelum masa kemerdekaan, hukum pidana di Indonesia diatur dalam Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie (WvSNI) yang mulai diberlakukan di wilayah Hindia Belanda sejak 1 Januari 1918. Setelah Indonesia merdeka, melalui UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia dan UU No. 73 Tahun 1958, WvSNI diganti judulnya menjadi Wetboek van Strafrecht, atau disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang setelah dilakukan perubahan dan penambah-an dapat diberlakukan untuk seluruh Indonesia. KUHP yang digunakan sekarang ini adalah terjemahan dari Wetboek van Strafrecht tersebut.
Sebagai produk hukum masa Hindia Belanda, KUHP tentu tidak bisa mengatur de-ngan terperinci semua hal yang baru ada di kemudian hari. Hal ini dapat dilihat pada pa-sal 282 KUHP yang dituduhkan kepada Ariel. Pada pokoknya, pasal tersebut meng-atur larangan untuk menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan, gambar atau benda di muka umum, yang isinya melanggar kesusilaan. Pelanggar pasal tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.
Pasal tersebut tidak menyebut ”video” sebagai obyek yang disebarluaskan. Namun, sepertinya penyidik berpendirian bahwa ”gambar” seharusnya bisa diinterpretasikan juga sebagai ”gambar bergerak”, sehingga ”video” dapat masuk dalam lingkup pasal 282 KUHP tersebut.
Metode interpretasi yang digunakan penyidik itu disebut interpretasi secara ekstensif, yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalamnya. Metode interpretasi tersebut biasanya digunakan hakim dalam melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) manakala pengaturan suatu undang-undang tidak memadai.
Suatu contoh penggunaan metode interpretasi secara ekstensif yang telah dikenal luas adalah bahwa menyambung atau menyadap aliran listrikdapat dianggap sebagai tindak pidana pencurian sebagaimana di-atur dalam pasal 362 KUHP. Interpretasi ini menganggap ”listrik” sebagai perluasan arti dari ”barang (benda)” sebagaimana dimaksud dalam pasal 362 KUHP.
Unsur ”melanggar kesusilaan” yang bersifat normatif dalam pasal 282 KUHP pada dasarnya tidak mudah untuk dibuktikan. Hal ini karena tidak mudah untuk mengukur nilai-nilai kesusilaan secara obyektif, se-bagaimana sudah saya jelaskan dalam pembahasan UU Pornografi di atas.
POSISI HUKUM ARIEL
Tuduhan berlapis-lapis yang dialamatkan kepada Ariel tersebut menunjukkan begitu besarnya keinginan penyidik Mabes Polri agar Ariel tidak dapat lolos dengan mudah dari jerat hukum. Penyidik mungkin menyadari bahwa kalaupun dapat dibuktikan bahwa Ariel yang membuat video tersebut, tuduhan dengan menggunakan pasal 4 ayat 1 UU Pornografi dapat gugur jika Ariel dapat membuktikan bahwa video itu dibuat untuk kepentingan diri sendiri.
Tuduhan dengan mempergunakan UU Pornografi tersebut juga dapat gugur jika Ariel dapat membuktikan bahwa video tersebut dibuat sebelum UU Pornografi mulai berlaku. Hal ini sesuai dengan asas legalitas dalam hukum pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP, yaitu bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
Untuk menjaga kemungkinan lolosnya Ariel dari jerat UU Pornografi, penyidik Mabes Polri juga menggunakan pasal-pasal mengenai penyebarluasan konten yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam UU ITE dan KUHP. Namun tuduhan menyebarluaskan video tersebut juga dapat digugurkan jika Ariel dapat membuktikan bahwa ia tidak pernah berniat atau secara se-ngaja menyebarluaskan video tersebut ataupun menyu-ruh orang untuk melakukan hal itu.
Ada juga yang berpendapat bahwa ke-lalaian Ariel untuk menyimpan video tersebut dengan hati-hati sehingga menyebabkan tersebarluasnya video tersebut seharusnya juga bisa dipidana. Namun apabila melihat pasal-pasal yang dituduhkan kepada Ariel tersebut, tidak ada satupun pasal yang dapat digunakan untuk menjerat Ariel karena unsur kelalaian tersebut.
Dalam teori hukum pidana dikenal dalil ”ultimum remedium” atau disebut sarana terakhir dalam rangka menentukan perbuatan apa saja yang akan dikriminalisasi (dijadikan delik atau perbuatan yang apabila dilakukan akan berhadapan dengan pemidanaan). Dalil ”ultimum remedium” itu sangat penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi over criminalization.
Oleh karena itu, hukum pidana tidak boleh digunakan secara emosional, atau sekadar untuk balas dendam. Apalagi jika menggunakan hukum pidana hanya untuk memuaskan tuntutan masyarakat, tanpa peduli apa-kah unsur-unsur pidananya terpenuhi untuk disebut sebagai kejahatan.
Semoga saja polisi, jaksa dan hakim dapat melihat kasus yang melibatkan Ariel dan pihak-pihak yang terlibat lainnya itu dengan lebih bijaksana. Dengan demikian, siapa yang sebenarnya menjadi korban tidak duduk di bangku pesakitan untuk dipaksa mempertanggungjawabkan kejahatan yang tidak dilakukannya.