Kamis, 31 Juli 2014

Black Coro

Tak ada yang bisa menghalangi kreatifitas kami
Imajinasi kami memang berbeda dengan yang lain
Biarkan kami berkarya sesuai dengan kata hati
Karena impian kami tak bisa di beli

Black coro, perbedaan adalah nilai kami
Black coro, bebas menentukan pilihan
Black coro, perbedaan adalah keindahan
Black coro, pada akhirnya semua sama

Tak pernah kami membiarkan keterbatasan
Kami percaya semua dapat melakukannya
Dengan keyakinan hati percaya kita bisa
Berpikiran terbuka adalah kunci utama

Nikmati saja dulu apa yang kami buat
Pada saatnya nanti baru bisa disadari
Bahwa sebenarnya kita adalah sama
Yang membedakan hanyalah rasa

Buang jauh pikiran untuk menguasai
Hidup yang indah adalah berbagi

Rabu, 09 Juli 2014

Semua itu bohong

Tak ada yang peduli dengan ocehanmu
Tak ada yang peduli dengan omonganmu
Tak ada yang peduli dengan teriakanmu
Semua tak peduli, semua tak peduli

Kamu oceh apa semua tak peduli
Kamu omong apa semua tak peduli
Kamu teriak apa semua tak peduli
Karena itu bohong, karena itu bohong

Dimanakah logikamu...
Semua kata bohong yang kau ucapkan
Dimanakah akal sehatmu...
Tak akan ada yang percaya karena itu bohong

Kami sudah muak dengar ocehanmu
Kami sudah muak dengar omonganmu
Kami sudah muak dengar teriakanmu
Sudah kamu diam, sudah kamu diam

Sabtu, 23 Februari 2013

Joe Satriani Segera Merilis Album Baru, 'Unstoppable Momentum'

Los Angeles - Gitaris Chickenfoot, Joe Satriani, dikabarkan akan merilis album solo terbaru yang bertitel Unstoppable Momentum pada 7 Mei mendatang.

Hingga kini Joe Satriani juga masih tergabung dalam G3 yang beranggotakan dirinya, Steve Vai, dan John Petrucci gitaris dari Dream Theater.

“Setelah kembali ke rumah sehabis tur bersama dengan G3, saya menulis lagu untuk album solo terbaru saya. Dengan 16 lagu yang dipilih untuk proyek ini, semuanya menjadi berbeda dan terpengaruh bermacam-macam musik, sehingga saya menyadari harus membentuk sebuah band baru. Akhirnya saya menemukan Skywalker Sound dengan keyboardist Mike Keneally, bassist Chris Chaney, dan penabuh drum Vinnie Colaiuta. Mereka adalah pemain musik yang luar biasa, dan kami merekam semua lagu dengan menampilkan penampilan terbaik kami.”

“Saya menyelesaikan semua overdub pada hari Valentine, kemudian langsung mendengar ulang semua lagu bersama produser Mike Fraser. Kemudian langsung melakukan proses mixing di Vancouver, Kanada,” ujar Joe Satriani seperti dikutip dari Blabbermouth.

Hingga sekarang belum diketahui berapa jumlah lagu yang akan terdapat dalam album Unstoppable Momentum ini. Album solo ke-11 milik Joe Satriani yang bertitel Black Swans And Wormhole Wizards sebelumnya dirilis pada Oktober 2010 lalu dan langsung diikuti dengan tur konsernya di Amerika Utara dan Eropa.

Konser The Stone Roses, Legenda Britpop yang Tak Suka Basa-basi

Jakarta - Bisa melihat The Stone Roses reuni dan kembali ke atas panggung memang sebuah mimpi jadi nyata. Tapi aksi The Stone Roses di Lapangan D Senayan, malam ini, Sabtu (23/2/2013) bukanlah mimpi.

Arena Senayan sudah mulai ramai sejak pukul 18.00 WIB. Calon penonton konser The Stone Roses sudah mulai berdatangan. Lahan parkir pun padat karena persis di samping Lapangan D, yaitu JCC musisi kenamaan Indonesia Ari Lasso menggelar konser tunggalnya.

Hujan gerimis sempat mengguyur Senayan memberi sedikit warna untuk calon penonton. Mereka harus siap berbasah-basahan jika hujan deras benar-benar datang.

Namun ternyata senua berjalan lancar. Ketika Ian Brown cs akhirnya naik pentas tepat pukul 20.30 WIB tak ada lagi gerimis. Ribuan penonton sudah berada di arena konser, mereka tak sabar melihat sang idola memainkan lagu-lagu andalannya.

Ternyata 'I Wanna Be Adored' telah dimainkan di awal konser. Histeria langsung dimulai seketika. Sing along penonton dari segala penjuru pun terdengar bahkan sampai beberapa lagu berlalu mereka masih terus meluapkan kebahagiaan di depan panggung.

'Mersey Paradise' dan 'Sally Cinnamon' menjadi koor panjang di barisan depan panggung. Senyum puas dilemparkan sang vokalis Ian Brown yang malam ini tampak sederhana dengan kaus polos biru gelap dan jeans hitam.

Ian sibuk dengan dua tamborin-nya dan joget tak beraturan. Ketika menggelar konser solonya di Jakarta pada 2010 silam, Ian memamerkan gaya kungfu seadanya. Kini Ian memperkenalkan gaya baru. Ian berjoget dengan tangan menunjuk ke kiri dan kanan seperti gaya bebek. Tak beraturan dan unik.

Usia tak jadi halangan bagi para personel The Stone Roses untuk tampil prima dan total. Chemistry antara mereka pun terbangun dengan baik dan penonton bisa ikut merasakan.

"Any request," tanya Ian pada penonton dengan singkat.

Sekitar 3.500 penonton yang memadati arena konser pun terpancing menyerukan lagu favorit mereka. The Stone Roses memainkan 'Waterfall' diikuti 'Don't Stop'. Penonton benar-benar terpuaskan, terutama saat 'This is the One' dilantunkan.

"Terima kasih," ucap sang vokalis.

Belasan lagu The Stone Roses telah dimainkan hingga tibalah '"I Am The Resurrection' menutup konser tepat pukul 22.10 WIB. Tak ada janji akan kembali ke Indonesia, tak ada encore, tak ada perpisahan.

Mani, Remi dan John Squire langsung berlalu ke belakang panggung. Sementara Ian sempat iseng bermain-main dengan penonton. Ia mengambil kaos berlogo The Stone Roses, dipakainya sebentar di kepala lalu dilempar ke penonton lagi. Sebelum ikut menyusul rekannya ke belakang panggung ia mengambil bendera klub sepakbola MU dari penonton.

Mungkin memang tak akan pernah ada kata berpisah untuk The Stone Roses. Karena selamanya mereka akan ada di hati penggemar Tanah Air. Begitu juga dengan konser malam ini, penggemar berat mereka pulang dengan senyum bahagia dan kisah abadi. Glory glory The Stone Roses!

Senin, 16 April 2012

Whitney Houston : Sisi Gelap Sang Diva Oleh: David Browne

Jakarta - Pada awal malam 7 Februari, Whitney Houston bersiap meraih kembali posisinya di dunia musik. Dengan memakai celana dan baju hangat hitam, dia datang bersama Patricia Houston, kakak ipar dan manajernya, ke studio milik produser Harvey Mason, Jr. di North Hollywood. Whitney baru saja menyelesaikan syuting untuk film Sparkle, dan malam itu dia berencana merekam vokal untuk “Celebrate”, sebuah lagu duet bersama lawan mainnya, Jordin Sparks, yang ditulis oleh R. Kelly dan akan masuk ke soundtrack film itu. Setelah pemanasan vokal, Houston menghampiri mikrofon. Suaranya sudah bukan lagi instrumen dahsyat yang mampu menjangkau banyak oktaf

Sebagaimana terdengar pada lagu-lagu hit berstatus platinum dari tahun ’80-an dan ’90-an. Dia sudah menghabiskan beberapa hari bersama Mason untuk menggarap bagian vokalnya, dan masih belum rampung juga. “Ada hari di mana Whitney terdengar luar biasa; ada hari di mana dia terdengar cukup baik; dan ada hari di mana dia terdengar tidak baik,” kata Mason. “Tapi dia benar-benar bekerja keras agar lebih baik.” Sesi rekaman kali ini tergolong lebih baik dari yang lain; setelah take terakhir, dengan bersemangat Houston bertanya ke Mason, “You got it, you got it?” Saat Mason menbenarkan, Houston berteriak, “Now play it!” Keduanya menari di depan speaker sementara lagu pesta itu mengguncang studio. Untuk sesaat, masalah-masalah yang menggerogoti Houston selama lebih dari satu dekade terlupakan.

Sparkle, versi baru dari film tentang industri musik di tahun 1976, seharusnya menandakan kembalinya Houston ke layar lebar untuk pertama kali dalam 16 tahun; dia memerankan ibu seorang calon penyanyi yang diperankan Sparks. Sewaktu masih remaja, Houston menyukai film aslinya, yang bercerita tentang sebuah trio R&B – salah satu anggotanya tewas akibat overdosis, sementara anggota lainnya menjadi bintang. “Setiap hari Sabtu selama empat bulan saya tonton filmnya dari tayangan siang hingga malam di bioskop,” kata Houston kepada segerombolan wartawan, November lalu. “Itu adalah dorongan positif bagi perempuan Afrika-Amerika muda, bahwa seseorang dapat mengejar mimpi atau keinginannya.”

Aretha Franklin, yang sudah lama menjadi teman keluarganya, menghadiri preview versi baru film itu dan lega dengan apa yang dilihatnya. “Seperti halnya hanyak artis, Whitney sempat tersesat, tapi dia menemukan jalannya lagi,” kata Franklin. “Menurut saya dia tampak memukau di film itu. Dia terlihat segar, sehat dan sebagainya.”

Tapi di hari-hari setelah sesi rekaman bersama Mason, sisi gelap Houston kembali muncul. Dia terlihat di beberapa klub malam Hollywood dengan perilaku aneh dan mungkin sedang mabuk. Secara mengejutkan, dia hadir dalam keadaan bau rokok dan alkohol di konferensi pers yang diselenggarakan mentornya, Clive Davis. Pada Sabtu 11 Februari, Houston berencana menghadiri pesta pra-Grammy Awards yang diadakan Davis setiap tahun di hotel Beverly Hilton, tempat ia juga menginap. Houston terbang dari rumahnya di Alpharetta, Georgia, untuk menghadiri pesta itu dan menggarap lagu-lagu Sparkle. Tapi pada sore itu, setelah menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi ruang hotel yang disewanya pada lantai empat, anggota rombongannya mendobrak pintu dan menemukannya telah tenggelam di bak mandi. Houston dinyatakan wafat pada usia 48 tahun. Saat artikel ini diterbitkan, penyebab kematiannya masih belum dipastikan, karena laporan toksikologi belum diedarkan, namun detektif kepolisian Beverly Hills mengumumkan bahwa beberapa jenis obat resep, yang kabarnya termasuk Xanax, ditemukan di kamarnya.

Profesional yang rajin di satu saat, anak liar di saat berikutnya: Itulah sisi-sisi kehidupan Houston yang bertolak belakang di hari-hari terakhirnya – dan ternyata sepanjang hidupnya juga. Diberkati perpaduan tak tertandingi antara kekuatan paru-paru yang hebat, rupa fisik bagaikan model dan citra yang hangat sekaligus mewah, Houston adalah sosok langka dalam dunia pop: seorang bintang lintas bidang sejati, yang mampu menjangkau dunia musik dan film, penggemar muda dan tua, kulit hitam dan putih. “Berkat sepupunya, Dionne [Warwick], dia memahami semua melodi cantik oleh Burt Bacharach itu,” kata Narada Michael Walden, salah satu dari sekian banyak produser Houston. “Tapi karena dia muda dan berasal dari era Michael Jackson, Prince dan Madonna, dia juga punya soul – ritme itu. Dia punya dua sisi itu. Selain itu, dia begitu cantik. Kita tak mampu menolak pesonanya.”

Tapi setelah mencapai puncak dengan menyanyikan “The Star Spangled Banner” pada tahun 1991 dan tampil di The Bodyguard pada tahun 1992, penggemarnya menyaksikan sisi gelap Houston terungkap ke dunia, tahun demi tahun: Suaranya semakin serak, wajahnya mengeras. Saat albumnya keluar, penjualannya tidak sebaik sebelumnya; di atas panggung, dia terlihat kurang siap secara fisik dan vokal.

Orang-orang yang pernah bekerja dengannya masih merasa sulit memahami sisi gelapnya. “Banyak di antara kami yang membicarakannya, dan tak ada yang bisa menemukan jawaban,” kata Gerry Griffith, staf A&R yang merekomendasikan Houston ke Davis sekitar tahun 1982. “Dari mana pemberontakan ini berasal? Itu baru muncul setelah waktu yang lama.” Saat itu terjadi, kemunculannya sungguh dahsyat, dan nyaris menghancurkan kehidupan pribadinya, kariernya dan musiknya. (bersambung...)

Senin, 12 Maret 2012

Noel Gallagher Tak Lagi Mengejar Kesuksesan

Jakarta - Musisi Noel Gallagher memang masih eksis berkarya walaupun tidak lagi bersama Oasis. Tapi bukan kesuksesan yang dikejar Noel kini.

Kakak dari musisi Liam Gallagher itu mengaku sudah cukup menikmati kesuksesan ketika berkarier sebagai gitaris juga penulis lagu Oasis. Tapi kini ia merasa nyaman bersolo karier dengan proyek High Flying Birds.

"Ada titik pada 90-an dan di awal 2000 di mana saya terobsesi dengan kesuksesan, mengejar hits besar dan sebagainya, tapi saya cukup menikmatinya sekarang," ujar Noel dilansir Female First, Senin (12/3/2012).

Sukses tidak lagi dipikirkan Noel. Menulis lagu baginya sudah seperti candu. Noel tak bisa meninggalkan kebiasaannya menciptakan lagu.

"Kadang saya bisa menulis lima lagi sekali jalan, sangat cepat, dalam waktu lima minggu dan kadang saya berbulan-bulan tanpa menulis apapun, dan lalu saya khawatir, nervous dan merasa 'Oh, saya harus menulis sesuatu'," jelasnya.

Liam Gallagher Terpilih Sebagai Frontman Terbaik Sepanjang Masa

Jakarta - Vokalis band Britpop, Beady Eye, Liam Gallagher dikabarkan baru saja terpilih sebagai frontman terbaik sepanjang masa.

Melalui sebuah polling yang diadakan oleh XFM, sebuah radio komersil yang khusus memutar musik-musik alternatif di Inggris, kepada para pendengar mereka, ditemukan bahwa mantan vokalis Oasis itu menduduki peringkat pertama, mengalahkan penyanyi band rock legendaris, Queen, Freddie Mercury yang duduk di peringkat ke dua.

Tiga terbawah dari lima besar polling tersebut diraih oleh, Dave Gahan dari Depeche Mode, vokalis Foo Fighters, Dave Grohl, dan vokalis sekaligus gitaris Muse, Matt Bellamy yang hanya mampu bertengger di posisi lima.

Brandon Flowers dari The Killers menyusul di peringkat enam, yang kemudian di susul oleh mantan vokalis The Smiths, Morrissey dan vokalis The Doors, Jim Morrison yang masing-masing singgah di urutan tujuh dan delapan.

Sedangkan dua terakhir di urutan sepuluh besar terdapat nama vokalis kharismatik Nirvana, mendiang Kurt Cobain dan vokalis band indie rock asal Sheffield, Inggris, Arctic Monkeys, Alex Turner.

Menanggapi kabar ini, Liam Gallagher pun meresponnya dengan santai. “Frontman terbaik? Saya sudah tahu itu! Tidak banyak yang seperti kami. Banyak sekali orang yang suka berpura-pura di luar sana. Namun saya ingin mengucapkan terima kasih untuk semuanya karena telah memilih dan menyanggupi hal itu. Pilihan yang tepat,” ungkap Liam.

Tak hanya itu, adik Noel Gallagher ini pun mengakui bahwa dirinya terlalu tampan untuk tidak berada pada posisi vokal dalam sebuah band. “Itu selalu tentang vokal untuk saya, man. Jika Anda adalah seorang yang berwajah tampan seperti saya, Anda harus menjadi yang di depan (panggung), bukan begitu?” ungkapnya lagi.

Meskipun ia terpilih sebagai frontman terbaik saat dirinya bersama band barunya, Beady Eye, namun Liam mengakui bahwa ia akan lebih menyukai berada di depan panggung ketika bersama Oasis.

“Meskipun saya cinta Beady Eye, saya lebih memilih untuk berada di Oasis, karena itu adalah milik saya. Oasis adalah hidup saya,” kata Liam di sebuah sesi wawancara bulan lalu.