Sabtu, 01 Januari 2011

Album Baru Foo Fighters Bakal Cadas dan Tanpa Lagu Balada

Ketika Foo Fighters tampil di konser rahasia di sebuah klub kecil di California, Amerika Serikat pada 21 Desember lalu, para personelnya juga sempat reuni kecil-kecilan dengan mantan personel Nirvana, pemain bass Krist Novoselic dan drummer Pat Smear.

Sementara di dalam album terbaru mereka nanti Foo Fighters juga tampil bersama Novoselic yang memainkan akordion dan bass di lagu “I should Have Known.” Tak hanya itu, album ini juga diproduseri oleh Butch Vig yang terakhir membantu Nirvana di tahun 1991. Meskipun album baru ini belum diberi judul resmi, namun di konser tersebut Dave Grohl berkata akan memberi judul abum ini sebagai Back+Forth. Judul itu diambil dari salah satu lagu mereka di album tersebut yang segera rilis di musim semi tahun 2011.

Pada sebuah wawancara dengan Rolling Stone yang mengambil tempat di studio rumahan milik Grohl, ia mengatakan “Saya merasa album ini memiliki banyak kesamaan dengan album Nirvana yang saya garap dua dekade lalu, seperti lagu ‘Lounge Act’ milik Nirvana.” Grohl menambahkan, “ Bahkan suara snare dalam album ini sangat mirip dengan Nevermind, Butch memang hebat dalam hal tersebut.”

“Kami memiliki tiga kriteria dalam album ini, hooky, heavy, dan analog seluruhnya,” jelas Butch Vig. Oleh karena itu, materi baru yang sedang digarap ini disebut sebagai materi paling "berat" yang pernah direkam Foo Fighters. Single pertama dari album tersebut “Three Days” memancarkan nuansa klasik khas Foo Fighters. Sedangkan lagu lainnya seperti “Burning Bridge" dan "White Limo," memang benar-benar cadas.

Grohl secara terus terang mengatakan album ini merupakan album yang non-balada. “Ketika saya dan band menuliskan reffrain untuk lagu-lagu di album ini, kami merasa harus memberikan sesuatu yang ‘berat’ dan menunjukan sisi kedewasaan kami karena memang kami sekarang sudah semakin tua,” jelas Grohl.

20 Album Terbaik Indonesia 2010

Tahun 2010 adalah tahun yang menyenangkan bagi musik Indonesia, beberapa band lama mengalami rejuvenasi dan meninggalkan kesan mendalam di tahun ini melalui album-album terbaik mereka.

Yang terpenting, menurut kami yang berada di majalah Rolling Stone Indonesia, para artis-artis ini membawa harapan baru bagi perkembangan musik tanahair di tahun depan dan tentunya pantas mendapat perhatian lebih dari Anda semua. Selamat tahun baru 2011.

1. Bangkutaman
Ode Buat Kota Jangan Marah/Demajors
Selesai bersekolah di Yogyakarta, para personel Bangkutaman kembali ke kota asal, Jakarta, untuk bekerja dan hidup. Mereka berjumpa dengan masalah klasik kota besar: transportasi yang kalut, manusia individualistis, tingginya tingkat kejahatan, dan kondisi sosial yang membuat galau. Bukan perjumpaan asal lewat, namun perjumpaan rutin yang mendatangkan gelisah. Dan kalau pun mereka mengeluh, paling tidak ada sesuatu yang terbit darinya. Berbagai tangkapan cermat yang tersebar di 10 lagu dalam Ode Buat Kota menunjukkan pergaulan urban yang jujur di belahan-belahan Jakarta yang tak kebagian waktu untuk bersolek. Secara musik, Bangkutaman yang pernah sangat identik dengan The Stone Roses kini lebih banyak meminjam gaya khas Lou Reed, Bob Dylan, sampai The Mamas & The Papas, menampilkan sound yang cenderung kasar dengan melodi legit. Ode Buat Kota adalah catatan yang gamblang, bernas, sekaligus penuh perasaan tentang Jakarta.


2. The Flowers
Still Alive and Well Demajors
Salah satu dedengkot rock & roll ibu kota kembali dari tidur panjang dan membuat album kedua yang mengagumkan. Masih setia memainkan rock & roll dengan pengaruh The Rolling Stones dan The Black Crowes, tapi kali ini kental dengan nuansa funk, dan sedikit sentuhan jazz—terutama karena kehadiran pemain saksofon Eugene Bounty yang membius dan tak sekadar jadi instrumen tambahan di antara raungan gitar Boris Simanjuntak dan paraunya vokal Zaid Barmansyah alias Njet yang liar. Tak sia-sia mereka menamakan judul albumnya Still Alive and Well, karena album ini membuktikan bahwa The Flowers masih hidup dan baik-baik saja. Salah satu lagu yang akan bersejarah dan menjadi klasik adalah “Rajawali.”


3. Bonita
Laju Rumah Bonita/Demajors
Tujuh tahun penantian Bonita terhadap sebuah album dibayar kontan melalui Laju. Biduan yang dulunya kental terpengaruh unsur R&B atau soul kini mulai bereksplorasi ke ranah musik baru, beberapa lagu seperti “Komidi Putar” atau “Rumahku” menyajikan empuknya suara Bonita yang terpengaruh folk. Bonita mumpuni menyikat groove Motown di beberapa tembang lainnya hingga membuat album ini jadi petualangan musikal yang menyenangkan. Berbagai dialek musikal dibahasakan, berbagai emosi dinyanyikan, berbagai aroma ditawarkan, membuat Laju menjadi rilisan terbaik sepanjang karier Bonita.

4. Sarasvati
Story of Peter Self Released
Ini adalah proyek solo dari mantan vokalis Homogenic, Risa Saraswati. Musik elektronik yang mengawang-awang dengan suasana mencekam terdengar dominan di album ini. Di “Bilur”, dia berhasil menggabungkan sentuhan musik tradisional (suling Sunda dengan nyanyian sinden) dengan musik modern yang menghasilkan aura mencekam tetapi indah. Tak hanya itu, Risa membawakan kembali lagu “Perjalanan” karya Franky Sahilatua dengan penghayatan yang baik sehingga memberi warna baru yang sesuai dengan karakter Risa. Secara keseluruhan, Sarasvati memberikan album yang mencekam sekaligus terdengar sexy.


5. White Shoes & The Couples Company
Album Vakansi Purapura Records/Demajors
Sejak album debut White Shoes & The Couples Company dirilis di tahun 2006, grup indie pop ini telah membawa mereka ke mancanegara. Berkat pengalaman tersebut mereks terdengar lebih dewasa dan mendunia pada Album Vakansi. Pengaruh funk dan Afrobeat masing-masing menyusup pada “Senja Menggila” dan “Matahari”, di samping pop Indonesia klasik ala White Shoes pada “Masa Remadja” dan “Kisah Dari Selatan Jakarta”. Sesuai judulnya, mendengar Album Vakansi membuat lebih segar bagaikan pergi liburan.


6. Kelelawar Malam
Kelelawar Malam Jenggo Records/Demajors
Mereka adalah yang terbaik bila bicara tentang penggabungan antara tema horror lokal dengan musik punk. Seperti The Misfits dengan vokalis berwibawa ala Iwan Fals, Kelelawar Malam menawarkan nomor-nomor antemik dengan konten lokal yang tinggi. “Malam Terkutuk” atau juga “Bangkit dari Kubur” merupakan sedikit contoh kreativitas tinggi dalam memberi penghormatan kepada pocong, kuntilanak, zombie, maupun ratu laut selatan. Semua dilakukan dengan seni yang estetis, serius tanpa bercanda, lagi elegan. Salah satu penghormatan terbaik dalam sepanjang sejarah musik Indonesia.

7. Monita Tahalea
Dream, Hope & Faith Inline Music
Monita Angelica Maharani Tahalea, sang gadis muda nan cantik itu, membuktikan telak bahwa sempat berkiprah di kompetisi bernyanyi Indonesian Idol bukan berarti kariernya harus menjadi tipe penyanyi a la Indonesian Idol juga. Dream, Hope & Faith adalah bukti langkahnya yang tepat bekerja sama dengan Indra Lesmana sebagai produser yang akhirnya berhasil total mengeluarkan potensinya sebagai penyanyi jazz yang andal. Terpengaruh Norah Jones, dan juga menggemari Ella Fitzgerald membuat album perdananya terasa tenang, easy listening, tapi masih memiliki sensibilitas pop tinggi hingga masih kuat di daya hibur.


8. Sandhy Sondoro
Sandhy Sondoro Sony Music
Album perdananya Why Don’t We yang dirilis di Jerman tahun 2008 menjadi jawaban penantian album penuh Sandhy Sondoro yang banyak dinantikan penggemarnya. Album berisi 12 lagu tersebut dirilis dengan tambahan 2 lagu baru, ”Bunga Mimpi” dan ”Salamanja”. Keunikan Sandy ada pada penghayatan lagu. Sandy berhasil memberikan nyawa dari setiap lagu yang dia bawakan. Simak ”Down On The Street” yang menjadi salah satu anthem klasiknya. Untuk lagu “Bunga Mimpi” dan “Salamanja”, dirinya membawa aroma soul dengan liukan khas karakter vokalnya itu. Sandhy Sondoro adalah paket lengkap seorang singer/songwriter masa kini.

9. Frau
Starlit Carousel Cakrawala Records/Demajors
Hanya butuh seorang Lani yang berusia 20 tahun dan sebuah piano untuk menelurkan album perdana yang mampu menggetarkan jiwa. Nyanyian bening, dan lirik dibawakan dengan penuh penjiwaan mengingatkan kita pada Tori Amos atau Regina Spektor. Permainan piano menyerempet klasik pun ada di beberapa bagian namun masih bersahabat bagi telinga pop. Judul seperti “Mesin Penenun Hujan” pun menambah nilai unik. Setelah Endah N Rhesa menggegar publik musik dengan konsep minimalis berdua dan akustik, kini saatnya Indonesia digenggam oleh Frau.

10. /rif
7 Sony Music Indonesia
Hard rockers pemuja celana kulit dan sepatu New Rock menjawab kekecewaan atas album sebelumnya, Pil Malu, yang membuat malu. Di album ini, mereka tak bereksperimen terlalu luas, kembali pada karakter awalnya: hard rock dengan riff menggempur tapi punya sentuhan pop kental dipadu dengan lenguhan vokal Andy yang sudah menjadi ciri khas tersendiri di industri musik Indonesia. Justru di lagu-lagu seperti itulah /rif berjaya. Lagu jagoan mereka, “Fight”, adalah salah satu lagu yang pa-ling menonjol di album ini, dan membuktikan bahwa perjuangan mereka meyakinkan perusahaan rekaman untuk merilis album ini tak sia-sia.

11. Leonardo
The Sun Buttonijo/Demajors
Sempat bersama Vessel di tahun ’90-an dan Zeke and the Popo di tahun 2000-an, juga proyek eksperimental dengan nama Ruang Hampa, akhirnya singer/songwriter ini merilis album solo perdananya. Kekuatan terbesar Leo terletak pada suaranya, menempatkan dirinya pada tipe penyanyi seperti Tom Waits atau Richard Hawley. Lagu-lagu di The Sun kebanyakan terdengar laid-back, bersuasana intim berkat dominannya gitar akustik, sempurna untuk vokal Leo yang berat sekaligus empuk, dan punya jangkauan yang lebar. Album cemerlang ini juga didukung oleh banyak musisi andal, termasuk Hendra Perdana (Anda) yang berhasil dalam perannya sebagai produser.

12. Andien
Kirana Platinum
Sepuluh lagu di album Kirana berisi penjelajahan Andien dalam konsep bermusik yang renyah dan mengalir. Di album ini Andien membawakan tafsir ulang ”Gemilang” dan ”Keraguan” yang pernah dipopulerkan Krakatau. Adaptasi yang luas dan membuat kedua lagu yang sudah telanjur kuat itu bisa tampil segar dengan penghayatan yang dibawakanya. Album in dibuka dengan lantunan irama enerjik lagu berjudul “Moving On” yang juga menjadi single. Duet produser Nikita Dompas dan Rifka Rachman berhasil melahirkan Andien dengan konsep album yang lebih lebar dibandingkan album-albumnya sebelumnya.

13. Maliq & D’Essentials
The Beginning od a Beautiful Life Organic Records/Warner Music Indonesia
Pada albumnya yang keempat, kereta Maliq & D’essentials terus melaju tanpa tanda-tanda berhenti. Band ini sudah menjadi jaminan mutu dalam menghibur, ini yang mereka tawarkan di The Beginning of a Beautiful Life lewat “Terlalu” dan “Get Down & Slide”. Walau jumlah lagu per album tak sebanyak dulu, mereka masih menemukan tempat untuk mencoba hal-hal baru, seperti “Menari” atau “Berbeda” yang beralih dari melankolis ke riang dan balik lagi. The Beginning of a Beautiful Life adalah lanjutan dari karier yang indah.

14. BIP
Berangkat Fame Music
Lama asyik dengan proyek masing-masing, pemain bas Bongky, pemain keyboard Indra Q, vokalis Ipang, dan gitaris Pay Burman kembali membuat musik untuk kelompok mereka. Hanya enam lagu di album ini, tapi semuanya kuat. Secara aransemen, vokal Ipang terdengar lebih melebur jika dibandingkan dengan ketika dia baru bergabung dengan BIP. Pilihan sound-nya lebih pas dengan vokal Ipang. Meskipun Indra Q mengumbar pengaruh sound ’80-an, musik di album ini masih terdengar kekinian. Ada lagu humoris di “Mane-Mane Boleh”, romantis di “Seluk Beluk Hatimu” hingga sindiran pada rock star di “Fenomenal.”

15. Slank
Jurustandur No. 18 Slank Records
Ini adalah album ke-18 Slank yang digarap karena mereka terlalu lama terjegal perizinan manggung. Meskipun drummer Bimbim yang menulis sebagian besar lagu di album ini, tapi kawan-kawannya yang lain berhasil menerjemahkan setiap lagu dengan baik sehingga di antara manisnya lagu-lagu pop bertema cinta (“Menyakitimu” dan “Lagi”) masih terselip lagu rock & roll dengan lirik kritis (“Bobrokisasi Borokisme” dan “Merdeka”) seperti harapan banyak orang pada Slank. Pilihan Kaka duet dengan Fahrani di lagu “Kukejar dan Kutangkap Kau (KKK)”, tak membuat malu. Album ini bukti Slank mampu menyalurkan energi yang terpendam dengan baik.


16. Gugun Blues Shelter
Gugun Blues Shelter BugsPro
Album terakhir Gugun Blues Shelter ini terlahir berkat konflik berkepanjangan dengan label rekaman mereka terdahulu. Seharusnya ada album sebelum ini yang sayangnya batal dirilis. Dengan produksi yang hanya memakan waktu sebulan, album yang direkam semi live ini berhasil mengemas blues rock a la Led Zeppelin, Stevie Ray Vaughan, Jimi Hendrix ke dalam format paling menarik di dekade 2000 an dan yang terpenting, “Original!” Simak lagu “Fight For Freedom,” power-ballad “When I See You Again” dan nomor balas dendam nan progresif dalam “White Dog” untuk membuktikan bahwa Gugun Blues Shelter adalah the real deal!

17. Jogja Istimewa 2010
Album Kompilasi Demajors
Album kompilasi ini rilis hampir berbarengan dengan situasi memanas antara Istana Merdeka versus Istana Yogyakarta. Bahkan lagu-lagunya de-ngan brilian menjadi soundtrack unjuk rasa warga Yogyakarta. 10 artis indie lintasaliran yang lolos kurasi ketat tampil mewakili scene musik terkini daerah istimewa ini. Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation) dengan nomor rap Jawa eksotik “Jogja Istimewa,” denting piano dan vokal membius Frau di nomor “Confidential,” gemuruh metal matematika dari Cranial Incisored hingga dendang musik dub nan menawan “Endless Night” dari Dub Youth. Semuanya menegaskan bahwa Jogja memang Istimewa!

18. Iwan Fals
Keseimbangan Fals Records
Album terbaru dari materi-materi lama yang selama ini sebagian sudah kerap dibawakan di atas panggung. Judul Keseimbangan adalah estafet dari album 50:50. Di Keseimbangan, Iwan Fals jadi musisi yang tak terikat label. Rata-rata lirik yang termuat mengakar pada tema kecintaan pada alam, Tuhan, dan manusia. Satu yang cukup menarik ialah lirik yang ditulis oleh KH Mustafa Bisri atau Gus Mus di lagu ”Aku Menyayangimu”, yang mengandung makna mendalam. Tidak ada yang sangat istimewa dalam sisi musik Iwan Fals di album ini. Semuanya bermain aman dan teratur. Namun dari sisi lirik, harus diakui penuh makna mendalam.

19. Endah N Rhesa
Look What We’ve Found REIProject/Demajors
Di album kedua, Endah N Rhesa terdengar lebih tahu apa yang mereka mau. Jika di album pertama warna lagu-lagunya terdengar hampir belang, di album ini benang merah dari sisi musikal lebih te-rasa—permainan rhythm guitar Endah lebih diumbar. Kisah soal suku di sebuah pulau akhirnya senada dengan atmosfer lagu yang banyak terpengaruh suasana tribal. Di “Midnight Sun”, ada musik yang iramanya seperti mengajak berlari. Lantas ada “Kou Kou The Fisherman” yang energik dan menghentak dalam caranya sendiri. Ada pula “It’s Gone” yang terdengar pilu. Secara keseluruhan, ini sebuah sekuel yang menarik.

20. Siksakubur
Tentara Merah Darah Fast Youth Records
Salah satu aksi death metal terbaik milik bangsa ini menjadi kian hebat dengan album kelima yang eksploratif. Tentara Merah Darah adalah sebuah konsep album di mana Siksakubur memuntahkan metal teknikal dan rapat, dengan ketukan hyperblast yang brutal sembari meneriakkan lirik lagu demi lagu karena terinspirasi novel, yang akhirnya diangkat ke layar lebar, berjudul 300. Pengaruh band Eropa seperti Behemoth dan juga Decapitated menghias di sana-sini. Tema atheisme atau satanisme bisa jadi sudah usang. Siksakubur membuktikannya, membahas cerita rakyat adalah prestasi.

Albums of The Year

1. Kanye West
My Beautiful Dark Twisted FantasyRoc-A-Fella/Def Jam
Pada My Beautiful Dark Twisted Fantasy, Kanye West membuat musik yang tak kalah berantakan dengan hidupnya. Di sela-sela perseteruan dengan Matt Lauer atau mengomel di Twitter, Kanye membangun hip-hop yang epik, lagu-lagu yang penuh dengan aksi megah yang hanya dilakukan orang nekat dan hanya berhasil dilakukan orang-orang yang bakatnya luar biasa. Semakin banyak unsur yang dimasukkan – string section, solo piano Elton John, ocehan vocoder, cameo Bon Iver, sample King Crimson dan Rick James – semakin bagus pula musiknya. Lirik Kanye belum pernah sekocak ini (“Have you ever had sex with a pharoah?/I put the pussy in a sarcophagus”) atau lebih bijak mengenai kebiasaannya yang merusak hubungan. Lewat “Power” yang mengusung prog rock, kemegahan angker “Runaway” dan “Hell of a Life” yang terus berubah, dia membuat semua musik lain terasa lebih dangkal dan tumpul. Apakah album ini dark? Pasti. Twisted? Tentu saja. Namun yang paling penting, album ini indah.

2. The Black Keys
BrothersNonesuch
Inilah album terbaik duo ini: lagu-lagu kuat yang minimalis dan mentah, dengan sentuhan warna dan hook yang panas. “Howlin’ for You” memadukan blues dengan irama glam yang diambil dari “Rock and Roll Part 2”-nya Gary Glitter, sedangkan lagu hit patah hati “Never Gonna Give You Up” milik Jerry Butler menonjolkan sosok Dan Auerbach sebagai penyanyi soul bersuara falsetto. Inilah minimalisme rock yang dipacu secara maksimal.


3. Elton John and Leon Russell
The UnionDecca
Dua raksasa rock, salah satunya nyaris terlupakan, menjalin kembali persahabatan dan membuat musik yang layak disejajarkan dengan karya terbaik mereka. Produser T Bone Burnett menghasilkan produksinya yang paling spektakuler dalam beberapa tahun terakhir, penuh dengan steel guitar gemerlap, brass section riang dan paduan suara gospel. Namun pada akhirnya adalah suara Russell yang paling bersinar, dengan menuangkan seluruh sejarah musik populer Amerika ke dalam lantunannya yang bijak dan rapuh.

4. Arcade Fire
The SuburbsMerge
Arcade Fire tidak melakukan apa-apa dengan skala kecil – maka kolektif asal Montreal ini membuat album orchestral rock megah yang bercerita tentang perang batin manusia di tengah-tengah rumah besar dan halaman rapi. The Suburbs adalah album mereka yang paling berani sejauh ini: Simak string section yang gila pada “Empty Room”, energi Crazy Horse pada “Month of May”, synth-pop disco pada “Sprawl II (Mountains Beyond Mountains)”. Pasangan suami-istri Win Butler dan Regine Chassagne bernyanyi tentang kebosanan di pinggir kota, rasa takut akan perubahan dan keinginan punya anak – dan selalu menyuarakan pengakuan yang paling intim secara menggelegar dan menemukan keindahan di mana saja.

5. Jamey Johnson
The Guitar SongMercury
Apa yang disimpan Jamey Johnson di balik rambut lebatnya? Lagu-lagu. Bintang Nashville yang paling keras ternyata merupakan musisi tradisional yang paling dapat diandalkan, seorang profesional ala Music Row yang dapat menulis lagu untuk semua emosi. Johnson menciptakan banyak lagu – 25, dengan durasi melebihi 105 menit – untuk album keempatnya yang berisi 2 CD: curahan hati pada akustik dan boogie blues keras, lagu-lagu sentimental dan angker, lagu orang dan lagu lucu-lucuan, serta “California Riots” dan “Playing the Part”, sepasang lagu kocak dari orang udik yang menghujat orang-orang liberal.

6. Vampire Weekend
ContraXL
Contra adalah album di mana Vampire Weekend menyadari mereka bisa melakukan apa saja: lagu-lagu indah yang pelan dan dubby, pseudo punk bising, riff gitar Afrika, lantunan paduan suara, lagu-lagu dengan rima “horchata”, “Aranciata” dan “Masada”. Ezra Koenig menulis lirik rumit tentang cinta muda dan ketegangan Dunia Ketiga, namun sedalam apa pun renung-annya, kekuatan melodiusnya tak pernah hilang: Jarang ada lagu dengan produksi semewah ini yang terasa begitu enteng atau berlalu dengan cepat. Saat kita mengagumi balada “I Think UR a Contra” atau “Your sword’s grown old and rusty/Burnt beneath the rising sun” (dari “Giving Up the Gun”) menempel di kepala, kita sadar bahwa kenikmatan tak kalah penting bagi orang-orang ini.


7. Drake
Thank Me LaterCash Money/Universal
Setelah tiga tahun mengeluarkan mixtape, menjadi bintang tamu dan gembar-gembor tanpa henti, album perdana mantan aktor yang menjadi rapper asal Kanada ini memenuhi ekspektasi dengan beat lezat, rap rapi dan introspeksi yang dalam. Gaya mengoceh Drake yang santai dan soulful menambah sisi ironi pada renungannya tentang kehidupan pesta pora. Dialah bintang terkemuka di dunia hip-hop pasca-Kanye yang tersiksa: seseorang yang tidak bisa memutuskan apakah “I’ve been up for four days gettin’ money” adalah sesumbar atau beban.


8. Robert Plant
Band of JoyRounder
Silakan terus menunggu, Jimmy Page – dia takkan kembali. Setelah mengeluarkan Raising Sand (2007) yang mengusung musik roots, Plant mengeluarkan album yang lebih berani dan kental roots Plant dan bandleader-nya, gitaris Buddy Miller, mengolah lagu-lagu kuno dan tema modern dengan eksplorasi psychedelic terhadap blues dan country dan membawakan lagu-lagu Los Lobos, Townes Van Zandt, band slow-core Low dan gospel seolah-olah semuanya adalah persinggahan dalam jalan menuju nirwana.


9. Eminem
RecoveryAftermath/Interscope
Eminem berceloteh “Let’s be honest, that last Relapse CD was ehhh” pada Recovery, yang mengambil posisi victory lap pasca-rehabi-litasi yang seharusnya ditempati Relapse yang kekanak-kanakan. Dengan mendominasi radio, Eminem kembali ke puncak di tahun 2010, namun dia juga lebih tua dan bijak: seorang ayah ketakutan yang berhasil lolos dari maut dan kembali dengan kemampuan utuh. Saat dia berjanji tetap bersih pada “Not Afraid”, kita tahu dia serius.


10. LCD Soundsystem
This Is HappeningDFA/Virgin
James Murphy mengerahkan pasukan punk funk asal New York-nya untuk album putus cinta yang berat, dan menggali keluar dari runtuhan emosional dengan bantuan keyboard gemilang Nancy Whang dan pukulan drum dahsyat Pat Mahoney. Murphy bersaksi tentang cinta dewasa yang kandas (“I Can Change”) diiringi berbagai jenis musik electronic dance, sementara lagu lucu “Drunk Girls” menawarkan semboyan bagi kekasih bebas di mana pun berada: “I believe in waking up together.”


11. The Dead Weather
Sea of Cowards Warner Bros./Third Man
Ini bisa dibilang lebih menyerupai serangkaian kejang metallic blues daripada album – dan rock ekstrim yang paling menyenangkan tahun ini. Jack White duduk di belakang kali ini – sebagai drummer-vokalis – namun dia tetap memimpin: Pukulannya a la Bonham memacu gitar yang berliuk-liuk serta nyanyian Gothic oleh Alison Mosshart.

12. John Mellencamp
No Better Than This Rounder
Idealisme folk blues – yang direkam pada tape machine mono di tempat-tempat seperti gereja di Georgia dan Sun Studios – dengan amarah modern terhadap dunia setelah krisis finansial. Saat Mellencamp menyanyikan “A Graceful Fall”, dia memancarkan kebanggaan dan amarah bagaikan laporan bisnis semalam.


13. Taylor Swift
Speak NowBig Machine
Speak Now
membuktikan bahwa Swift tak sekadar penyanyi country terbesar di dunia – di usia 21 tahun, dia adalah pabrik lagu dengan jiwa rock & roll. Ada lagu-lagu tentang kekasih selebriti, namun yang paling penting adalah penguasaannya terhadap balada lembut seperti “Enchanted” atau lagu rock ala Phil Spector seperti “Long Live”.


14. Robyn
Body TalkCherrytree/Interscope
Body Talk
berawal sebagai dua album mini adiktif; begitu album penuhnya keluar, rasanya seperti album greatest hits. Beat dan lagu sang diva Swedia ini mengalahkan para pesaingnya dari Amerika. Begitu juga selera humornya: Simaklah “Fembot” dan “Don’t Fucking Tell Me What to Do” yang diam-diam mengharukan.


15. The National
High Violet4AD
Band rock pemurung asal Brooklyn ini bisa saja mengulangi formula album Boxer yang mengangkat nama mereka di tahun 2007, namun Violet lebih berani dan cerdas, dibuka dengan permainan gitar puitis dan jiwa eksperimen ala The Beatles. Matt Berninger menyanyikan “Bloodbuzz Ohio” bagaikan pengunjung bar yang merasa kita tidak bisa melihat rasa takutnya.


16. Kid Rock
Born FreeAtlantic
Mr. Bawitdaba akhirnya membuat album Bob Seger impiannya. Album bernuansa classic rock yang diproduseri Rick Rubin ini seperti mendengar radio di Detroit tahun 1975: Dengan lagu-lagu anthem, country rock dan boogie, Rock menunjukkan variasi – dan kedalaman – yang tak terlihat di masa mudanya.

17. Beach House
Teen DreamSub Pop
Vokal seksi Victoria Legrand terasa mengawang dan androgini, seperti curhatan teler di malam hari dan masih belum jelas kita akan tidur di mana. Beach House mempertajam sound dan hook di album ketiga ini – dan secara mengejutkan itu ternyata membuat musik mereka semakin misterius dan magis.


18. Kings of Leon
Come Around Sundown RCA
Album arena rock terbaik tahun ini. Doo-wop udik pada “Mary” dan country ala U2 pada “Back Down South” menggambarkan Kings of Leon pada titik tengah sempurna antara pop murni dan musik tradisional. Dan “The End”, lagu pertama Sundown, terdengar seperti awal yang baru.

19. M.I.A.
Maya N.E.E.T./Interscope/XL
Hujatan terhadap ulah-ulah M.I.A. – video “Born Free” yang eksplisit dan perseteruannya dengan New York Times – membuat orang-orang lupa bahwa provokasi terbesarnya di tahun 2010 terdapat dalam musiknya. Kebisingan art punk dan electro beat di album Maya menciptakan musik protes yang paling tajam belakangan ini.

20. Neil Young
Le NoiseReprise
Bergejolak, terdistorsi – dan salah satu album Young yang paling intim. Le Noise kebanyakan berisi gitar elektrik solo yang tajam, namun bahkan saat Young bermain akustik di “Love and War”, tekad yang dijalani seumur hidupnya – “There’ve been songs about love/I sang songs about war/Since the back streets of Toronto” – masih cukup keras.